Sabtu, 09 November 2013

Mencari Berkah Dengan Menikah

 Sesungguhnya doa paling indah bagi pasangan yang baru menikah adalah semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddad wa rahmah.

Dalam tradisi Arab jahiliyah dulu, ucapan kepada mempelai adalah “selamat, semoga mendapat banyak anak laki-laki.” Saat Islam datang, ucapan itu diganti doa “baarakallahu lakumaa, wa baaraka ‘alaikuma wa jama’a bainakuma fi khairin” yang artinya “semoga Allah memberkahi anda berdua, melimpahkan berkah atas (keluarga) kalian berdua, dan menyatukan kalian berdua
 dalam kebaikan”

Berkah atau barakah. Itulah inti doa kepada mempelai. Yang dicari dalam pernikahan adalah berkah. Berkah keluarga, anak, rizki, ilmu, karir, perjuangan, kesehatan, waktu, dan sebagainya. Berkah  secara bahasa bahasa artinya “an-namaa’ “(tumbuh)  dan “az-ziyaadah” (bertambah). Secara istilah, secara sederhana berkah adalah bertambahnya nilai dari suatu kebaikan dan ketaatan. Uang sepuluh ribu rupiah untuk makan sendiri dan sepuluh ribu rupiah untuk dibelikan snack bagi 3 orang plus disedekahkan ke pengemis dua ribu rupiah, yang berkah adalah yang untuk snack dan sedekah. Begitulah ilustrasi sederhananya. Karena berkah datangnya dari Allah, maka berkah turun untuk perbuatan yang disertai bermotif ilahiyah.



Keberkahan Pernikahan
Pernikahan merupakan tanda kebesaran Allah yang mengundang berkah, material maupun immaterial. Secara material, dengan mudah kita saksikan seseorang yang belum menikah uangnya sering habis tidak jelas juntrungannya. Sementara, setelah menikah, dengan penghasilan yang sama, anak isteri bisa dinafkahi, cicilan rumah pun terbayar.

 Secara immaterial berkah pernikahan juga bisa dirasakan. Rasa cinta kasih sebelum dan sesudah pernikahan sungguh berbeda. Mawaddah dan rahmah setelah menikah adalah cinta dan kasih sayang yang dalam, damai, menenteramkan, mengikat secara batin, memendarkan kebaikan bagi sekeliling, serta meluaskan silaturrahim bagi keluarga besar dan kolega. Kasih sayang yang demikian tentu menjadi pemantik kebahagiaan dan kesuksesan di rumah, pekerjaan, maupun perjuangan. Itulah berkah pernikahan.

Namun demikian, keberkahan pernikahan  bukanlah sesuatu yang statis dan terjadi begitu saja tanpa usaha. Keberkahan pernikahan perlu dengan sadar diupayakan, dipilih dan dijaga keberlangsungannya oleh sepasang suami-isteri. Tanpa itu, pernikahan bisa berubah menjadi tempat bersatunya dua manusia yang serumah namun berbeda hati, arah, dan orientasi. Pernikahan bisa berubah hanya sebagai formalitas sosial belaka.

Keberkahan pernikahan akan turun jika proses demi proses dilakukan dalam koridor kebaikan dan ketaatan yang diperintahkan Allah. Niat dan tujuannya ibadah karena Allah. Perbuatan dan ucapannya adalah ketakwaan, interaksi antar manusianya dijaga dengan semangat silaturrahim (QS. An-Nisa’/4:1) Buahnya, keluarga hidup damai tenteram dengan limpahan cinta dan kasih sayang. Tanda kebesaran Allah pun mewujud dalam keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah (QS.ar-Rum/30:21)



Proses Pra dan Saat Menikah
Proses pernikahan yang dilakukan sesuai perintah Allah akan menjadi penghantar keluarga berkah. Ta’aruf (perkenalan) dengan calon pasangan dilakukan tanpa melakukan hubungan yang diharamkan, tanpa pemaksaan dan kekerasan. Khitbah (melamar) dilakukan dengan menjunjung tinggi kehormatan kedua keluarga. Prosesi acara dan adat digelar tanpa kemubadziran dan pemaksaan diri. Walimatul ursy (resepsi) dilakukan tanpa diskriminasi undangan dan jamuan.

Tidak hanya mengundang yang berpunya.
Rasulullah SAW bersabda, “Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah (resepsi) yang tidak mengundang orang yang (seharusnya) menghadiri, namun mengundang orang yang (sebetulnya) enggan datang.” (HR Muslim). Tempat duduk disiapkan secara memadai. Kalaupun undangan banyak, tamu tidak dibiarkan menderita karena mengularnya antrian untuk memberi ucapan selamat. Dengan proses pra dan saat resepsi yang demikian, Insya Allah keberkahan akan turun seiring dengan doa yang mengalir tulus dari kerabat dan sahabat.



Tujuan Ibadah
Menikah dengan tujuan ibadah adalah pondasi yang kokoh bagi pernikahan berkah. Jika tujuan pernikahan adalah ibadah, setiap pasangan berusaha memberikan yang terbaik kepada keluarga karena Allah. Kerja keras, pengabdian, pengorbanan, pengertian, tolong-menolong, semua dilakukan dengan motivasi mencari ridha Allah. Rumah tangga adalah lahan untuk berlomba melakukan kebaikan. Dengan motivasi ini, pasangan tidak akan mudah melakukan dominasi jika dia lebih banyak memberi.

Pada saat yang sama, pasangan juga tidak mudah terjebak pada sikap saling ungkit kebaikan jika terjadi perselisihan. Toh, semua dilakukan karena Allah. Mengungkit-ungkit kebaikan yang sudah dilakukan hanya mengurangi nilainya di mata Allah.
 
Menikah dengan tujuan ibadah juga akan melahirkan kesadaran bahwa semua masalah adalah ujian dari Allah. Tak ada ibadah yang tanpa ujian dan godaan. Maka, cara menyikapinya pun dilakukan dengan berpegang teguh pada tali Allah. Jika sakit, berobatnya dilakukan tanpa unsur syirik. Jika usaha seret, langkah yang ditempuh adalah memperbaiki diri dan berdoa, bukan menggunakan ilmu hitam untuk menjatuhkan saingan.



 Jika pada pasangan terdapat gejala tergoda, maka nasihat yang bijak, introspeksi dan komunikasi hati ke hati yang dilakukan, bukan kekerasan atau mencari-mencari kambing hitam. Jika anak tidak seperti yang diinginkan orang tua, bukan kekerasan dan sumpah serapah yang dipilih, melainkan rengkuhan dan bimbingan penuh kasih dan doa yang tidak terputus. Semua itu dilakukan karena kesehatan, rezeki, karir, jabatan, pasangan dan anak pada hakikatnya adalah amanah dan ujian dari Allah. Maka, apapun keadaannya, semua dinamika disikapi dengan tanpa lepas dari Allah.  

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah…. (QS.al-Munafiqun/63:9).



Interaksi Pengundang Berkah
Surat An-Nisa ayat 19 memberikan arah bagaimana interaksi suami-isteri akan mendatangkah berkah. Memperlakukan isteri secara manusiawi, bukan seperti obyek dan benda warisan yang bebas diperlakukan sesuka hati; tidak menyakiti isteri; serta berinteraksi secara patut dan menghargai kehormatan sebagai manusia (mu’asyarah bil ma’ruf),  merupakan sendi-sendi penting pernikahan berkah.

Rasa dihargai sebagai manusia adalah hal mendasar yang menjamin harmoni yang sejati. Jika ini sudah terwujud, kemauan untuk senantiasa mencari kebaikan dari hal yang tampaknya kurang baik dari pasangan kita, akan menyempurnakan kesejatian harmoni tersebut. Sebab, bisa jadi, di balik hal yang kurang kita sukai, Allah ciptakan kebaikan yang banyak.



Bersikap baik dan manusiawi, berpikir dan berprasangka positif terhadap pasangan adalah  langkah konkrit yang secara eksplisit diperintahkan al-Qur’an. Sederhana diucapkan, namun perlu perjuangan dan kematangan untuk mewujudkan. Hanya manusia yang paham hakikat kemanusiaan, sensitif terhadap penderitaan, dan cerdas emosi dan spiritualnya yang bisa melakukan hal ini secara stabil. Kepada mereka, sangat pantas bukan jika berkah pernikahan senantiasa dilimpahkan?



Berkah pernikahan akan turun kepada mereka yang mau terus mengusahakannya. Dengan niat, tujuan, usaha dan doa yang terus dijaga sesuai bimbingan Allah Ta’ala.