TANTANGAN ALLAH subhanahu wa ta’aala
Al
 Quran adalah Kitab petunjuk kehidupan, sabda, firman dari Tuhan. Namun 
sebagian manusia tak mempercayainya. Maka setidaknya, untuk membuktikan 
kebenaran atau ketidakbenaran Al Quran, Alloh subhanahu wa ta’aala azza 
wa jalla tak segan menyindiri, menantang dengan jelas semua makhluk, 
untuk:
1. Menyusun yang semacam Al Quran  secara keseluruhan:
Al
 Quran Surat Ath Thuur ayat 34 (52:34): Maka hendaklah mereka 
mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang 
yang benar
2. Menyusun sepuluh surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Huud ayat 13 (11:13):
Bahkan
 mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu". 
Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat 
yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu 
sanggup (memanggilnya) selain Alloh, jika kamu memang orang-orang yang 
benar"
3. Menyusun satu surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Yunuus ayat 38 (10:38):
Atau
 (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: 
"(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah 
surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil 
(untuk membuatnya) selain Alloh, jika kamu orang yang benar."
4. Menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan salah satu surat dari Al Quran:
Al Quran Surat Al Baqarah ayat 23 (2:23):
Dan
 jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan 
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah [*] satu surat (saja) yang semisal
 Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Alloh, jika kamu 
orang-orang yang benar.
[*] Ayat ini merupakan 
tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu 
tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan 
bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi 
wasallam.
Di dalam Al Quran, sebagaimana berbagai
 ciptaan Alloh subhanahu wa ta’aala dalam khazanah pembagian yang 
Kauniyah (tersirat) dan yang Qauliyah (tersurat), maka sungguh 
terkandunglah berbagai rahasia, makna, aturan, ilmu-pengetahuan, 
perjanjian, hukum, bahkan insya Alloh kekuatan rahasia, dan sebagainya 
yang kiranya tak diketahui manusia; yang juga tersirat (dan bahkan tidak
 terlihat, ghaib, atau belumlah lagi atau tidaklah diketahui) maupun 
yang tersurat (yang dapat terlihat jelas).
Berbagai hal 
itu, bahkan baru dapat diungkapkan jauh berabad-abad setelah turunnya Al
 Quran , dan bahkan hingga kini, masih banyak hal yang belum dapat 
ditafsirkan oleh manusia dan jin dengan segala ilmu pengetahuan yang 
telah didapatkannya. Jelas diterangkan bahwa ada ayat-ayat yang 
mutasyabihaat (memerlukan penafsiran dan penjelasan lebih lanjut) dan 
muhkamaat (sudah jelas):
Al Quran Surat Aali Imraan ayat 7 (3:17):
Beliau-lah
 yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya 
ada ayat-ayat yangmuhkamaat [1], itulah pokok-pokok isi Al Quran  dan 
yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat [2]. Adapun orang-orang yang dalam 
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian 
ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
 mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya 
melainkan Alloh. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami 
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi 
Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
 orang-orang yang berakal.
[1] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[2]
 Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang 
mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang
 dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau ayat-ayat yang
 pengertiannya hanya Alloh yang mengetahui seperti ayat-ayat yang 
berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai 
hari Kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Barangsiapa mengulas Al Quran tanpa ilmu pengetahuan maka bersiaplah menduduki neraka. (HR. Abu Dawud)
Abu
 Tsa'labah Al-khusyani Jurtsum bin Nasyir rodhiyallahu ‘anhu.. 
meriwayatkan dari Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, beliau 
bersabda, "Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’aala telahmenetapkan 
beberapa kewajiban, janganlah engkau menyepelekannya 
(meremehkannya), telah menentukan sanksi-sanksi hukum, janganlah engkau 
melanggar, telah pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau 
jatuh kedalamnya. Beliau juga mendiamkan beberapa hal karena kasih 
sayangNya kepada kalian bukannya lupa, maka janganlah engkau 
mencari-carinya." (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ad-daruquthni, dll)
An-Nu'man
 bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rosululloh sholollohu‘alaihi 
wasallam bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan 
di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat(syubhat  atau  samar, 
tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan 
manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah 
membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus 
dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, 
hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja 
mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan 
Alloh adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam 
tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh 
itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu 
pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)
Adalah
 mungkin saja, seseorang atau bahkan segolongan Manusia dan Jin, membuat
 rangkaian syair berbahasa Arab, seindah yang dapat dibuatnya dan 
kemudian dikatakannya pula sebagai ayat kitab suci, bahkan dikatakannya 
adalah sebagai tandingan Al Quran.
Namun semua ini, tentulah adalah hanya kata-kata, bahkan kalaupun ada keindahan, hikmah, kebajikan, di dalamnya.
Apakah
 ia atau mereka dapat kiranya menjamin bahwa apa yang mereka buat itu, 
mengandung berbagai rahasia dunia-akhirat? Masa lalu dan masa depan? Dan
 lain-lain rahasia dan kekuatan?
Maka mengenai ini, bahkan
 kepada para makhlukNya ini, Alloh subhanahu wa ta’aala tetap 
menantangnya untuk membuat yang serupa, yang antara lain seperti jelas 
tertera di ayat-ayat tersebut di atas.
Marilah kita telaah lebih dalam.
Salah
 satu fenomena yang menarik, dalam berbagai penurunannya atau pewahyuan 
Al Quran, seringkali pula berbagai ayat atau surat dari Kitab Suci Al 
Quran  diturunkan atau diwahyukan secara
’spontan’, secara ”sekonyong-konyong”, ”tiba-tiba” (yang
 dalam hal ini sesungguhnya adalah dalam ukuran manusia, namun tidaklah 
demikian bagi Alloh subhanahu wa ta’aala sebenarnya), misalnya untuk 
menjawab berbagai pertanyaan, berbagai serangan dari musuh-musuh Islam 
saat itu, atau untuk mengomentari berbagai peristiwa, dan sebagainya. 
Hal ini dapat ditelaah dengan jelas dalam berbagai kumpulan kisah 
azbabun nuzul (sebab turunnya ayat) berbagai ayat dan surat Al Quran, setidaknya saja.
Juga
 turunnya ayat langsung dalam menjawab doa-pertanyaan Rosululloh 
sholollohu‘alaihi wasallam dan sahabat Umar bin Khottob rodhiyallahu 
‘anhu, akan keharaman minuman keras atau khamr (yang saat itu adalah 
kegemaran bangsa Arab, bahkan bangsa Arab yang telah menjadi muslim 
termasuk sahabat Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, 
Umar bin Khoththob rodhiyallahu ‘anhu) dalam 
Al Quran Surat Al Baqarah ayat 219 (2:219) dan
 Al Quran Surat  An Nisaa’ ayat 42 (4:42) serta
 Al Quran Surat Al Maaidah ayat 90-91 (5:90-91).
Walaupun 
berbagai ayat ini turun dengan 'tiba-tiba', yang sungguh menakjubkan a
dalah
 bahwa setelah keseluruhan ayat Al Quran  selesai diturunkan dan 
kemudian dilakukan penelitian terhadap berbagai hal berkaitan dengan 
atau tentang Al Quran  ini, sungguh ditemukanlah sejumlah kenyataan yang menakjubkan,
 yang
 tak mungkin dipikirkan, dirancang, dilakukan, diutarakan, dibuat oleh 
seorang manusia (Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib 
sholollohu‘alaihi wasallam) bahkan bila dibantu oleh masyarakatnya 
ataupun dilanjutkan bergenerasi sesudahnya yang sudah lebih maju 
pengetahuannya.
Misalnya, tentang adanya 
berbagai rahasia atau isyarat ilmu pengetahuan yang baru dapat 
dibuktikan berabad-abad kemudian, tentang kisah-kisah sejarah, tentang 
berita-berita ghaib (termasuk ramalan akan masa depan), tentang 
keseimbangan-keteraturan susunan redaksional Al Quran  atau 
keseimbangan-keteraturan susunan kata-katanya, dan sebagainya.
Semakin pula lebih menakjubkan, mendukung
 ini semua, bila disadari kenyataan bahwa Rosululloh Muhammad bin 
‘Abdullah bin Abdul Muththalib sholollohu‘alaihi wasallam adalah seorang
 manusia yang ummiy atau tidak dapat membaca dan menulis (atau dalam 
bahasa Inggris: an illiterate person).
Dari siapakah kiranya Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam mendapatkan semuanya itu?
Tidakkah ini didapatkannya dari (dalam Bahasa Sekuler) sebuah ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’?
Lebih mudahnya, kita sebut saja ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’ itu sebagai, Tuhan?
Al Quran Surat An Nisaa’ ayat 82 (4:82):
Maka
 apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu 
bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak
 di dalamnya.
Al Quran Surat Al An’aam ayat 115 (6:115):
Telah
 sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Quran) sebagai kalimat yang benar dan 
adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Beliau 
lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui.
Al Quran Surat Al Hijr ayat 9 (15:9):
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya [*].
[*] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Al Quran Surat Al Mulk ayat 3-4 (67:3-4)
(3).
 Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali 
tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak 
seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu Lihat sesuatu yang 
tidak seimbang?
(4) 
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali 
kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun 
dalam keadaan payah.
ASPEK PENDUKUNG KEOTENTIKAN AL QURAN
Dalam
 hal ini, ada banyak sekali aspek kuat yang mendukung keotentikan Al 
Quran  al Karim, dan berikut ini adalah sekelumit paparan bukti dari 
berbagai aspek itu, yaitu:
I aspek keseimbangan yang sangat serasi antara kata-kata yang digunakannya
Abdurrazaq Nafwal dalam buku atau kitab ”
Al-I’jaz Al-Adabiy li Al Quran  Al Karim”
 yang terdiri dari 3 jilid (terlepas dari berbagai pendapat pro dan 
kontra atau skeptis tentang isinya dan kemungkinan ketidaksempurnaan 
manusia penulisnya) mengemukakan berbagai contoh tentang keseimbangan 
ini. Ringkasannya adalah:
1.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya (lawan katanya):
- ”Al Hayah” (hidup) dan ”Al Mawt” (mati), masing-masing sebanyak 145 kali
 
- ”Al Naf’” (manfaat) dan ”Al Madharrah” (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
 
- ”Al Har” (panas) dan ”Al Bard” (dingin) masing-masing sebanyak 4 kali
 
- ”Al Shalihat” (kebajikan) dan ”Al Sayyi’at” (keburukan) masing-masing sebanyak 167 kali
 
- ”Al Thuma’ninah” (kelapangan atau ketenangan) dan ”Al Dhiq” (kesempitan atau kekesalan) masing-masing sebanyak 13 kali
 
- ”Al Rahbah” (cemas atau takut) dan ”Al Raghbah” (harap atau ingin) masing-masing sebanyak 8 kali
 
- ”Al Kufr” (kekufuran) dan ”Al Iman” (iman) masing-masing sebanyak 17 kali dalam bentuk definite
 
- ”Kufr” (kekufuran) dan ”Iman” (iman) masing-masing sebanyak 8 kali dalam bentuk indefinite
 
- ”Al Shayf” (musim panas) dan ”Al Syita’” (musim dingin) masing-masing sebanyak 1 kali.
 
2.       Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau kesamaan makna yang dikandungnya:
- ”Al Harts” dan ”Al Zira’ah” (membajak atau bertani) masing-masing sebanyak 14 kali
 
- ”Al ’Ushb” dan ”Al Dhurur” (membanggakan diri atau angkuh) masing-masing sebanyak 27 kali
 
- ”Al Dhallun” dan ”Al Mawta” (orang sesat atau mati jiwanya) masing-masing sebanyak 17 kali
 
- ”Al Quran ”, ”Al Wahyu”, dan ”Al Islam” (Al Quran , wahyu, dan Islam) masing-masing sebanyak 70 kali
 
- ”Al ’Aql” dan ”Al Nur” (akal dan cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali
 
- ”Al Jahr” dan ”Al ’Alaniyah” (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali
 
3.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya:
- ”Al Infaq” (infak) dan ”Al Ridha” (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali
 
- ”Al Bukhl” (kekikiran) dan ”Al Hasarah” (penyesalan) masing-masing sebanyak 12 kali
 
- ”Al Kafiruun” (orang-orang kafir) dan ”Al Naar atau Al Ahraq” (neraka atau pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali
 
- ”Al Zakah” (zakat atau penyucian) dan ”Al Barakat” (kebajikan yang banyak) masing-masing sebanyak 32 kali
 
- ”Al Fahisyah” (kekejian) dengan ”Al Ghadhb” (murka) masing-masing sebanyak 26 kali
 
4.       Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya:
- ”Al Israf” (pemborosan) dan ”Al Sur’ah” (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali
 
- ”Al Maw’izhah” (nasihat atau petuah) dan ”Al Lisan” (lidah) masing-masing sebanyak 25 kali
 
- ”Al Asra” (tawanan) dan ”Al Harb” (perang) masing-masing sebanyak 6 kali
 
- ”Al Salam” (kedamaian) dan ”Al Thayyibat” (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali
 
5.       Berbagai keseimbangan khusus:
- Kata
 ”Yawm” (hari) dalam bentuk tunggal, adalah sejumlah 365 kali (atau 
adalah sama dengan jumlah hari-hari dalam satu tahun) di dalam Al Quran .
 
- Sedangkan
 kata ”hari” yang menunjuk kepada betuk plural (”Ayyam”) atau dua 
(”Yawmayni”), jumlah keseluruhannya dalam Al Quran  adalah hanyalah 30 
kali penyebutan, atau dalam hal ini adalah juga sama dengan jumlah hari 
dalam satu Bulan dengan mengikuti kaidah Kalender Qamariyah atau 
penanggalan sistem Bulan, sistem Islam atau Arab.
 
- Lalu, kata 
yang berarti ”Bulan” (”Syahr”) hanya terdapat 12 kali, atau sama dengan 
jumlah bilangan Bulan dalam satu tahun (12 Bulan) rotasi.
 
- Ada 7 
kali penjelasan tentang adanya 7 langit, yaitu antara lain dalam Al 
Quran Surat (Qur’an Surat) Al Baqarah ayat 29, Al Quran Surat Al Isra’ 
ayat 44, Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 86, Al Quran Surat Al 
Fushshilat ayat 12, Al Quran Surat At Thalaq ayat 12, Al Quran Surat Al 
Mulk ayat 3, Al Quran Surat Nuh ayat 15.
 
- Selain itu, penjelasan 
tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam (6) hari atau masa atau 
tahapan, disebutkan di dalam 7 ayat pula (dan tahapan terbentuknya 
sebuah galaksi-planet dalam enam (6) tahapan yang memakan waktu ratusan 
bahkan ribuan tahun ini, telah pula dibuktikan oleh ilmu-pengetahuan 
saat ini, bahwa memanglah secara umum pembentukan Galaksi adalah dalam 
enam (6) tahapan, bahkan saat inipun masih terbentuk Galaksi-galaksi 
baru, yang masing-masing dalam (melalui) enam (6) tahapan, dalam ruang 
angkasa yang bahkan memuai atau meluas ini.
 
- Sebagai catatan, 
angka 7 sendiri banyak sekali ditemukan di alam semesta, di Al Quran 
 & di Hadits Nabi Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam.
 Bahkan pengulangan dari angka ini dalam Al Quran  juga memunculkan 
sebuah sistem yang koheren. Beberapa fenomena angka 7 tersebut adalah, 
antara lain:
 
- Merupakan jumlah dari tingkatan langit & bumi (Al Quran Surat 65:12).
 
- Atom tersusun dari 7 tingkatan elektron.
 
-  
- Jumlah hari dalam satu minggu.
 
- Jenis atau jumlah tanda (not dasar) musik.
 
- Jenis atau jumlah warna-warni pelangi.
 
- Jenis dosa besar (HR Al-Bukhori & Muslim).
 
- Tanda bagi siksaan pada Hari Kiamat.
 
- Jumlah ayat dalam Surah Al Fatihah ("Tujuh ayat yang diulang-ulang").
 
- Muslim bersujud dengan menggunakan 7 anggota badan dalam Shalat.
 
- Muslim melakukan Thawaf sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
 
- Muslim melakukan Sa'i antara Shafa & Marwah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
 
- Melempar jumrah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
 
- Dalam kisah Nabi Yusuf (Josef) ‘alaihis salaam banyak menyebut angka 7 (Al Quran Surat 12: 46-48).
 
- Kisah siksaan kaum Nabi Hud (Hood) ‘alaihis salaam ditimpa angin topan selama 7 malam (Al Quran Surat 69:6-7).
 
- Kisah Nabi Musa (Moses) ‘alaihis salaam memilih 70 orang dari kaumnya untuk bertobat (Al Quran Surat:17;155).
 
- Kata Kiamat disebut dalam Al Quran  sebanyak 70 kali.
 
- Kata "Jahannam" (Neraka) disebut dalam Al Quran  sebanyak 77 kali.
 
- Jumlah pintu-pintu "Jahanam" adalah 7 (Al Quran Surat 15:44).
 
- Terdapat 7 surah yang diawali dengan kalimat tasbih.
 
 
Sebagai
 catatan pula, angka ”tujuh” (7) dalam budaya Arab Kuno juga dapat 
berarti ”banyak”, karena khazanah berpikir dan kebiasaan orang Arab lama
 atau kuno (misalnya, orang-orang Arab di masa-masa itu saat 
diturunkannya Al Quran) yang menghitung jumlah tujuh (7) atau 
selebihnya, sebagai angka perlambang yang menunjukkan jumlah banyak atau
 bahkan tak terhitung (tak dapat dihitung) lagi (oleh mereka).
Maka,
 sejumlah mufassir atau penafsir Al Quran dan atau atau ahli ilmu 
pengetahuan pun berspekulasi tentang telah disebutkannya tentang 
berbagai kenyataan akan adanya tak terhitung planet dan galaksi di luar 
bumi dalam Al Quran, dan bahkan kemungkinan adanya makhluk-makluk lain 
di alam semesta di luar Bumi dan sistem Solar (matahari) kita ini.
Selain
 ini, berkaitan dengan dunia angka dan huruf (atau kata), juga ditemui 
beragam distribusi Matematika di Al Quran, khususnya mengenai 
bilangan-bilangan prima dan beragam hubungan luasnya, dan banyak sekali 
misteri dan fenomena angka juga kata di Al Quran  lainnya, di balik 
susunan, makna,dan kemungkinan-kemungkinannya dan tata bahasa Arab 
sendiri (dan Bahasa Sastra Arab yang digunakan di Al Quran ) yang memang
 sudah luar-biasa itu.
II Aspek bukti dari berbagai isyarat maupun pemberitaan ghaibnya
Ada
 banyak sekali, namun dalam kesempata yang singkat ini, dipilihkan satu 
saja yang cukup fenomenal. Misalnya adalah tentang berita tentang 
Fir’aun dan Nabi Musa ‘alaihis salaam, dan ditemukannya jenazah Fir'aun 
ini. Disebutkanlah di Al Quran  bahwa Fir’aun yang mengejar-mengejar 
Nabi Musa ‘alaihis salaam dan Bani Israil dalam perjalanan eksodus 
mereka keluar dari penindasan kerja-paksa Mesir berabad-abad, akan 
diselamatkan tubuhnya oleh Alloh subhanahu wa ta’aala, dan akan menjadi 
pelajaran bagi berbagai generasi berikutnya:
Al 
Quran Surat Yunuus ayat 92 (10:92): Maka pada hari ini Kami selamatkan 
badanmu [*] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang 
datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari 
tanda-tanda kekuasaan kami.
[*] Yang diselamatkan
 Alloh ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir'aun itu 
tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang 
Mesir lalu dibalsem menjadi Mumi, sehingga utuh sampai sekarang dan 
dapat dilihat di Museum Mesir.
Maka, menurut berbagai kesesuaian sejarah, Raja Mesir atau Fir’aun yang dimaksud di sini adalah 
Fir’aun Maniptah(Maneptah atau Merneptah), anak dari 
Fir’aun Ramses II (Fir’aun
 yang mengangkat Nabi Musa ‘alaihis salaam sebagai anaknya dan juga 
menyiksa kaum Bani Israil), dan muminya ditemukan oleh Loret pada 
sekitar awal abad XIX (tahun 1896) di Thebes atau Luxor, Lembah Kuburan 
Raja-raja Mesir (Wadi al Muluk).
Setidaknya dua ahli telah meneliti muminya, yaitu 
Elliot Smith dan 
DR. Maurice Bucaille (yang
 disebut terakhir ini kemudian menyatakan diri masuk Islam pada akhir 
penelitiannya, dan menulis sebuah buku yang cukup menggemparkan, 
berjudul ”
Bibel, Quran & Sains Modern", dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pula), dan penelitian keduanya beserta keterangan dari 
Maspero (seorang Perancis ahli ilmu Sejarah Mesir) sungguh menguatkan hal ini.
Injil
 sendiri, di bagian Keluaran pasal 13, 14, 28 dan di Nyanyian (Psalm) 
136 dari Daud, menguatkan pula bahwa Fir’aun tersebut disebutkan mati 
tenggelam dalam pengejarannya kepada kaum Bani Israil yang sedang 
melakukan eksodus dari Mesir ke ‘Tanah Yang Dijanjikan’. Bahkan di 
Mazmur Daud no 136 dalam ayat 15 dari orang Yahudi, jelas menyebutkan 
pujian kepada 
"Tuhan yang telah membinasakan Fir’aun dan tentaranya dalam laut yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan", sebagaimana kesesuaiannya pula dengan Kitab Keluaran (14, 28):
"Air
 kembali pasang dan menenggelamkan kereta-kereta serta para penunggang 
kuda dari tentara Fir’aun yang telah masuk ke laut di belakang mereka 
(kelompok Yahudi). Tak ada seorang pun yang tetap hidup".
Namun
 perihal diselamatkannya jasad Fir’aun itu, tidak disebutkan di 
Injil, hanya disebutkan di Al Quran. Hanya di Al Quran jelas dinyatakan 
bahwa jenazah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa ’alaihis salaam itu akan 
ditemukan manusia dan menjadi pelajaran besar.
Janji Alloh ini, serta diketemukannya jasad Fir'aun itu, 
dikuatkan oleh ilmu-pengetahuan modern. 
Dan
 sekarang, jenazah Fir’aun Maneptah akhirnya disimpan di Museum Mesir di
 Kairo di ruang Muminya, serta dapat dilihat oleh siapapun.
III. Aspek adanya berita-berita atau isyarat-isyarat ilmiah dari Al Quran
Ada banyak sekali contoh tentang ini. Berikut adalah beberapa di antaranya, misalnya bahwa:
Segalanya yang hidup diciptakan dari air:
Pada
 waktu ayat ini diturunkan, tidak ada yang berpikir kalau segala yang 
hidup itu tercipta dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang 
membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air, yang adalah 
materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.
Sementara
 itu, urut-urutan penciptaan benda langit menurut Injil adalah bahwa 
Bumi diciptakan terlebih dulu (Kejadian 1:1), kemudian tetumbuhan 
(Kejadian 1:11-12), baru kemudian Matahari (Kejadian 1:14-16). Yang 
menarik di sini kiranya, jika menurut logika Injil, adalah bagaimana 
mungkin tetumbuhan dapat hidup tanpa berfotosinteis di saat itu, karena 
Matahari sebagai sumber energi untuk berfotosintesi diciptakan 
belakangan setelah tetumbuhan?
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 30 (21:30):
Dan
 apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan 
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan 
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. 
Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Adanya aturan berpasang-pasangan atas segala sesuatu  
Al
 Quran  yang berulang-ulang menyebut  adanya  pasangan  dalam alam  
tumbuh-tumbuhan,  juga  menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih
 umum, dan dengan  batas-batas  yang  tidak ditentukan. Yang menarik 
pula, ayat ini dinyatakan di sebuah ayat dengan penomoran yang juga 
berpasangan (Quran Surat 36 ayat 36). Perhatikanlah bahwa bahkan Nomor 
Surat (36) dan Ayatnya pun (36), sama, seakan berpasangan. Entah apa 
artinya, wallahu a’lam bis shawab:
Al Quran Surat Yaa Siin ayat 36 (36:36):
Maha
 Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari 
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa 
yang mereka tidak ketahui.
Kita dapat mengadakan 
hipotesa  sebanyak-banyaknya  mengenai arti  hal-hal  yang manusia tidak
 mengetahui pada zaman Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam. Apalagi
 Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah 
sesorang yang buta huruf (
ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Hal-hal
 yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di  dalamnya susunan atau 
fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda 
yang paling  besar,  baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang 
penting adalah untuk mengingat pemikiran yang  dijelaskan  dalam  ayat  
itu secara  gamblang  dan  untuk  mengetahui  bahwa  kita  tidak 
menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun 
gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, 
atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka 
ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, 
cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, 
Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang Fisika pada tahun 1933.
Penemuan
 ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan 
lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang 
berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron 
anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif.
Fakta
 ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagai berikut: "...setiap 
partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan ... dan 
hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan 
berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap 
saat, di setiap tempat."
Alam semesta ini mengembang (memuai, meluas)
Di
 dalam Al Quran yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi 
masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana di
 ayat berikut ini:
Al Quran Surat Adz Dzaariyat ayat 47 (51:47):
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya 
Kata
 "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak 
tempat dalam Al Quran  dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di 
sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata 
lain, dalam Al Quran  dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan 
atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu 
pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad XX Masehi, 
satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan 
adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala
 tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang 
dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta 
sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".
Pada awal abad XX Masehi, ilmuwan 
Albert Einstein mengatakan
 bahwa alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir dan sudah ada 
sejak dulu, dan ini dikemukakannya pada tahun 1917.
Ketika mengamati langit dengan teleskop, di tahun 1927, 
Erwin Hubble - seorang
 astronom Amerika - menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus 
bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya
 terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta 
tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di 
tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus 
mengembang.
Lalu Fisikawan Rusia, 
Alexander Friedmann, dan ahli Kosmologi Belgia, 
George Lemaitre,
 secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa 
bergerak dan mengembang.  Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan 
data pengamatan pada tahun 1929. Dan Einstein pun merevisi pendapatnya.
Ilmuwan 
Penzias dan
 Wilson kemudian membuat Teori 
Big Bang bahwa
 sesungguhnya langit dan bumi dulu menyatu, bahkan hanya sebesar 
kira-kira bola tenis, dan kemudian terjadi ledakan besar dan menjadi 
terpisah, menyebar ke seluruh alam semesa, termasuk menjadi aneka 
planet, matahari, komet, Galaksi, Nebula, dan lain-lain. Dan terciptalah
 kemudian air, yang menjadi dasar kehidupan. Dan ini memakan waktu 
milyaran tahun, termasuk penciptaan Bumi dan tata surya Bima Sakti (
Milky Way) tempat kita sendiri ini.
Kenyataan ini diterangkan dalam Al Quran  
pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (
ummy)
 dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi. Ini dikarenakan Al 
Quran  adalah firman Alloh, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam
 semesta.
Sebagai catatan, dalam ayat ini ada kata dasar 
”muhsiana”, yang bermakna ”pengembangan” atau ”berkembang”. Secara 
tradisional, para mufassir memilih kalimat ”Kami benar-benar berkuasa” 
daripada alternatif ”Kami benar-benar mengembangkannya”, yang 
menggambarkan ruang angkasa yang memuai. Kesalahan atau ketidakuratan 
penafsiran ini, adalah sama seperti penafsiran kata ”Al ’Alaq” dalam 
berbagai ayat Al Quran , yang secara tradisional diartikan sebagai 
”segumpal darah” daripada ”sesuatu yang melekat”. Pembahasan lebih dalam
 mengenai ketidakakuratan ini, ada di bagian lain dari tulisan ini.  
Matahari adalah (sumber) cahaya (diya’) dan Bulan adalah sebagai pelita (nuur)
Al Quran Surat Nuh ayat 15-16 (71:15-16):
(15) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?
(16) Dan Alloh menciptakan padanya Bulan sebagai cahaya dan menjadikan Matahari sebagai pelita?
Dengan
 ilmu pengetahuan, kini kita mengetahui bahwa Matahari adalah sumber 
energi yang memancarkan cahaya dan Bulan hanyalah memantulkan cahaya 
yang diterimanya dari Matahari itu. Dulu, manusia dengan tingkat 
pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, 
dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana dan masuk akal ini
 (perbandingan sederhana antara Matahari sebagai pelita dan Bulan 
sebagai cahaya itu).
Namun kalimat-kalimat sederhana 
inipun ternyata dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan 
para ahli ilmu-pengetahuan bahkan di luar komunitas Rosululloh 
sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, yang 
sangat senang mengunakan ilmu-pengetahuan sains modern atau pos-modern 
untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari 
kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran.
Benda langit bergerak dalam jalurnya (garis edarnya) masing-masing
Tatkala
 merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa 
masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu, bahkan 
keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar 
seperti ini, dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut:  
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 (21:33):
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
Juga Al Quran Surat Yaa Siin ayat 38 (36:38), Surat Ar Rahmaan ayat 5 (55:5), Surat Adz Dzaariyaat ayat 7 (51 :7).
Kata
 ”Yasbahuun” dalam ayat Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 ini, berasal 
dari kata ”sabaha” yang makna kata secara tradisionalnya adalah ”gerakan
 dari sesuatu yang bergerak”, yang dalam hal ini, dalam kaitannya dalam 
kaidah ilmu ruang angkasa ini, adalah tentang penggambaran pergerakan 
atau rotasi dirinya (planet Bulan dan Matahari itu) dalam aksisnya 
sendiri.
Sebagai informasi-informasi tambahan dari 
disiplin ilmu Astronomi dan Sejarah serta Kekristenan, saat ini manusia 
sudah jamak mengetahui bahwa Matahari membutuhkan 25 hari untuk 
menuntaskan rotasinya dan Bumi mengelilingi Matahari. Namun baru pada 
tahun 1512 Masehi, 
Nicolaus Copernicus mengemukakan Teori Heliosentrisnya tentang letak Matahari yang dikelilingi planet yang bergerak dalam jalurnya masing-masing.
Ini juga didukung penelitian 
Galileo Galillei,
 dan saat itu pengumuman temuan ini ditentang habis-habisan oleh Gereja,
 juga menjadikan Copernicus dikucilkan, bahkan sebagian kalangan 
menyebutkan bahwa ia dikafirkan mereka.
Barulah pada 
abad-abad modern ini, sekitar 500 tahun kemudian, Vatikan kemudian 
bersedia mengakui kebenaran teori Copernicus dan kesalahan klaim Gereja 
berdasarkan Injil itu, yang memaknakan bahwa Mataharilah yang bergerak 
mengelilingi Bumi (antara lain di Joshua 10:12-13), bukan sebaliknya, 
yang jelas sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan.
Fakta-fakta
 yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan 
astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, 
matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km 
per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar 
Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 
kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam
 sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. 
Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan 
serupa yang terencana.
Menurut para Ahli 
Astronomi-Fisika, terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta 
yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar 
bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet 
ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis 
peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun,
 masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam 
keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. 
Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar 
yang ditetapkan baginya.
Dan garis edar ini tidak hanya 
dimiliki oleh benda-benda angkasa, galaksi-galaksi pun berjalan pada 
kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan 
terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa 
ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. 
Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain 
tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan. 
Sebagai
 pendukung materi pembahasannya, berikut adalah sebuah kutipan dari 
Injil versi internasional (King James Version) dan komentar tentang 
kesalahannnya yang dikutip dari sebuah situs tentangnya, yang bernama 
”The Dark Bible” (dengan alamat http: atau  atau 
www.nobeliefs.com
 atau darkbible atau darkbible atau ), sebuah situs yang mengupas 
tentang berbagai kesalahan dan ketidakmasukakalan Injil. Pembuat situs 
ini adalah 
Jim Walker, orang Barat yang Atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan) yang dulunya beragama Kristen.
Heliocentric Vs Geocentric? The Sun Stands Still: "Then
 spake Joshua to the LORD in the day when the LORD delivered up the 
Amorites before the children of Israel, and he said in the sight of 
Israel, Sun, stand thou still upon Gibeon; and thou, Moon, in the valley
 of Ajalon. And the sun stood still, and the moon stayed, until the 
people had avenged themselves upon their enemies. Is not this written in
 the book of Jasher? So the sun stood still in the midst of heaven, and 
hasted not to go down about a whole day." (Joshua 10:12-13) 
Comment: These verses imply that 
the sun moves around the earth.
 If the Bible actually represents the words or inspired words of God, 
then why didn't the Great Creator inspire them to tell the truth about 
the universe and our solar system? Also, the Bible asks us to believe 
that a supposedly loving God made the sun stand still for the sole 
purpose of helping the Israelites slaughter the Amorites. How can one 
not see that these verses would insult the intelligence of any person 
who believes God possess wisdom, knowledge and love?
Maka, beberapa hal dalam Injil ini, sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan, dan dengan Akal.
Dapat
 dipastikan bahwa pada saat Al Quran  diturunkan, manusia tidak memiliki
 teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang 
angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun
 astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan
 secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" 
sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut.
Apalagi 
Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah 
sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu 
Astronomi.
Akan tetapi, hal ini 
dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran  yang diturunkan 
pada saat itu, dab benar, karena Al Quran  adalah firman Tuhan, Alloh.  
Adanya lautan yang tidak bercampur satu sama lain
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Ar Rahman ayat 19-20 dan 22 (55:19-20, 22):
Beliau
 membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara 
keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing ... Dari 
keduanya keluar mutiara dan marjan.  
Sifat 
lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain 
ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan 
gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang
 saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, 
tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah
 terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 
1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley 
Publishing, s. 92-93). Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan 
alam khususnya mutiara dan marjan.
Sisi menarik dari hal 
ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan 
apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal 
ini dinyatakan dalam Al Quran. Suatu fenomena lain yang sering kita 
dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai 
besar yang tawar tidak bercampur seketika.
Orang  dapat 
mengira   bahwa  Al Quran membicarakan  sungai Euphrat dan Tigris yang 
setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan  
yang panjangnya  lebih  dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab.
Di
 dalam teluk, pengaruh pasang-urutnya air menimbulkan 
suatu fenomena yang bermanfaat, yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah 
sehingga menjamin irigasi yang memuaskan.  Untuk memahami  teks  ayat 
ini,  kita  harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab 
"Bahr" yang  berarti  sekelompok air  yang  besar,  sehingga  kata  itu 
 dapat  dipakai untuk menunjukkan 
lautan atau sungai yang besar seperti Sungai Nil, Tigris dan Euphrat.
Dan ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Furqan ayat 53 (25:53):
Dan
 Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar
 lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Beliau jadikan antara 
keduanya dinding dan batas yang menghalangi.
Juga Al Quran Surat Faathir ayat 12 (35:12).
Selain
 menunjukkan  fakta  yang  pokok,  ayat-ayat  tersebut menyebutkan  
kekayaan-kekayaan  yang  dikeluarkan  dari  air tawar  dan  air  asin  
yaitu  ikan-ikan  dan  hiasan  badan: batu-batu  perhiasan  dan  
mutiara.
Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai 
dengan  air  laut  di  muara-muara  hal tersebut  tidak  khusus untuk 
Tigris dan Euphrat yang memang tidak  disebutkan  namanya  dalam  ayat  
walaupun  ahli-ahli tafsir   mengira   bahwa   dua   sungai  besar  
itulah  yang dimaksudkan.
Sungai-sungai  besar  yang  
menuang  ke   laut seperti  Missisippi  dan  Yang  Tse menunjukkan 
keistimewaan yang sama; campurnya kedua macam air  itu  tidak  
terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.
Rahasia proses reproduksi manusia
Al Quran Surat Al Hajj ayat 5 (22:5):
Hai
 manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), 
Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, 
kemudian dari setetes mani, kemudian dari ’segumpal darah’ atau ’sesuatu
 yang melekat’, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya 
dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami 
tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah 
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan 
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu 
ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan 
umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang 
dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian 
apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan 
suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Lalu,
 setidaknya, kata ”Al ’Alaq” seperti di ayat ini disebutkan dalam 4 ayat
 lain yang membicarakan transformasi urut-urutan reproduksi manusia 
sejak tahap setetes sperma:
Juga Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 14 (23:14), Surat Al Mu’miin ayat 67 (40:67), Surat Al Qiyaamah ayat 37-38 (75:37-38), Surat Al ‘Alaq ayat 1 (96:1). 
  
Maka,
 khusus perihal kata ”Al ’Alaq” ini, secara tradisional, penerjemahan Al
 Quran  kuno atau tradisional, seringkali kata ini ditafsirkan atau 
diartikan saja sebagai ”segumpal darah” atau ”darah beku (tidak 
mengalir)” oleh berbagai penerjemah dan mufassir atau penafsir. Dan ini 
jamak dijumpai di berbagai terjemahan bahkan tafsir Al Quran  di seluruh
 dunia.
Jika kata itu mutlak diartikan "segumpal darah”, 
hal ini dapat tidak masuk akal, karena tidak pula sesuai dengan ilmu 
pengetahuan tentang proses reproduksi manusia, karena sesunguhnya ilmu 
pengetahuan reproduksi manusia mengkonfirmasikan bahwa tidak pernahlah 
manusia tercipta melalui tahapan ’gumpalan darah’, dalam rangkaian tahap
 reproduksinya.
Dengan demikian, derajat keotentikan Al 
Quran  dalam hal ini pun (jika tetap memakai terjemahan kata ”segumpal 
darah”) dapat saja menjadi dianggap gugur (setidaknya bagi sebagian 
kalangan), dan segolongan manusia serta makhluk lain yang membaca Al 
Quran  dapat menjadi kafir bahkan murtad karenanya, karena dapat 
menganggap paparan penciptaan manusia yang demikian tidak sesuai dengan 
ilmu-pengetahuan. Ini dapat menjadi berbahaya, dan tentu saja dapat 
menjadi tidak sepatutnya, karena Al Quran  adalah dari Tuhan Pencipta 
Semesta Alam.
Namun, Tuhan Semesta Alamlah yang memang 
menjaga keotentikannya, dan Al Quran  tentu saja tetap benar sebagai 
petunjuk sepanjang jaman. Penjelasannya, jika kita menilik kepada ilmu 
reproduksi ini sendiri, ternyata menetapnya telur dalam rahim terjadi 
karena tumbuhnya 
jonjot (villosities) atau perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang diperlukan untuk membesarnya telur,
 seperti layaknya akar tumbuhan yang masuk ke tanah, melekat kepada 
dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.
Inilah yang layak disebut, diterjemahkan korelatif sebagai ”sesuatu yang melekat (atau Al ’Alaq)”, secara spekulatif ilmiah.
Makna 
yang lebih tepat dari kata ”Al Alaq” karenanya adalah, ”sesuatu yang melekat”,
 bukan ”segumpal darah (beku)”, yang, saat manusia belum dapat 
mengetahui jalannya proses reproduksi (manusia) ini, pemakaian kata 
”sesuatu yang melekat” daripada kata ”segumpal darah (beku)”, terlihat 
lebih tidak masuk akal bagi para mufassir tradisional; 
padahal sesungguhnya justru sebaliknya.
Dan
 sekali lagi, pengetahuan manusia tentang ini baru didapatkan manusia 
pada jaman yang kemudian disebut sebagai jaman Modern, berabad-abad 
sesudah Al Quran diturunkan, tak lama sebelum jaman kita ini.
Tidaklah mengherankan kiranya, betapa berabad-abad lalu, banyak para penerjemah dan 
mufassir (penafsir)
 tradisional yang sewajarnya tidak (banyak) mengetahui kaidah ilmu 
kedokteran, secara mudahnya menerjemahkan kata ”Al ’Alaq” ini sebagai 
”segumpal darah” saja, dalam ayat-ayat itu.
Penerjemahan 
seperti itu, terlihat cukup masuk akal di saat itu, mereka sungguh telah
 berusaha sebaik-baiknya dengan segala pengetahuan yang mereka miliki, 
tentulah kesalahan manusiawi ini dapat dimaafkan, tinggal bagaimana 
baiknya ke depan.
Dan bagaimanapun juga tafsirnya, Al Quran tetaplah tuntunan kehidupan terbaik dari Sang Pencipta Alam.
Dan di antara faktor rumitnya memahami maksud sesungguhnya dari Al Quran, adalah bahwa 
setidaknya saja para penerjemah atau mufassir (penafsir), memiliki pengetahuan di bawah ini dalam menafsirkannya:
1.      
 Ilmu Lugath (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata
2.      
 Ilmu Nahwu (tata
 bahasa), yaitu ilmu tata bahasa, misalnya ilmu untuk mengetahui 
alternatif i’rab (bacaan akhir kata) dari setiap kata atau kalimat, 
karena i’rab yang berbeda akan mempengaruhi artinya
3.       
Ilmu Sharf (perubahan
 bentuk kata). Sangat pentinglah mengetahui ini, karena perubahan 
sedikit bentuk kata, dalam Tata Bahasa Arab, akan mengubah arti kata 
tersebut, tentu saja.
4.       Ketiga ilmu di bawah ini digolongkan cabang ilmu Balaghah yang sangat penting diketahui para ahli tafsir:
          i.            
Ilmu Ma’ani (hakikat
 makna dari suatu kata). Dengan mengetahui hakikat maknanya, maksud dari
 suatu                             ayat dapat diketahui.
          ii.           
Ilmu Bayaan. Ilmu yang mempelajari kelugasan dalam untaian kata atau kalimat.
          iii.          
 Ilmu Badi’. Ilmu yang mempelajari keindahan bahasa.
5.      
 Ilmu Qira’at.
 Sebagaimana umum diketahui kaum terpelajar muslim, Al Quran  diturunkan
 oleh Alloh dalam tujuh huruf (Sab’ati Ahruf), tujuh cara membaca. Maka 
para ’Ulama pun telah menguraikan, bahwa hal ini adalah keanekaragaman 
cara membaca Al Quran, dengan tetap mengikuti Tata Bahasa Arab, yang 
semuanya bersumber dari Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam, dan 
sungguh dibenarkan. Bahkan setiap cara membaca ini, satu dan lainnya 
sungguh saling melengkapi, sebagai satu rangkaian. Dan ini merupakan 
mukjizat tersendiri dari Al Quran.
6.      
 Ilmu Aqa’id. Ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan.
7.      
 Ilmu Ushul Fiqih. Dengan ilmu ini insya Alloh dapat diambil dalil serta penggalian hukum agama dari suatu ayat.
8.       
Ilmu Asbabun-Nuzul.
 Ilmu untuk menguraikan tentang sebab turunnya suatu ayat. Tentu saja 
engetahuan tentang situasi dan kondis yang bersamaan dengan atau 
menyebabkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) suatu ayat akan sangat 
membantu dalam memahami kandungan dan maksud sebenarnya dari ayat 
tersebut.
9.       
Ilmu Nasikh-Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih berlaku.
10.   
 Ilmu Fiqih. Dengan mengetahui hukum-hukum yang rinci tentu insya Alloh akan mudah diketahui hukum globalnya.
11.   
 Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui Hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran.
Termasuk tentu saja, syarat fakta dan urutan Sejarah yang sangat ketat akan semua ini.
Syarat verifikasi seketat berbagai hal yang disebutkan di atas ini, tidak dijumpai dalam penerjemahan di kalangan non-muslim.
Sedikit
 mengenai buku ”Bible, Quran, dan Sains Modern” (ditulis oleh DR Maurice
 Bucaille dan adalah sebuah best-seller, serta sudah diterjemahkan ke 
bahasa Indonesia), di dalam buku ini juga dimuat kritik terhadap cara 
dan hasil penerjemahan Al Quran  sendiri yang dapat menjadikannya 
bermakna sempit dan kehilangan banyak keagungan, kebenaran dan 
keindahannya (dan juga sebagai akibat dari penyebaran kaidah-kaidah 
Islam yang tidak dilakukan dengan baik).
Hal ini 
menurutnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman etimologi bahasa dan
 ilmu pengetahuan ilmu serta teknologi dari para penerjemahnya; dan 
kemudian menyebabkan ‘reaksi berantai’ penyampaian isinya yang juga 
‘terdistorsi’, menjadi terganggu.
Contoh lebih jelasnya adalah, 
seseorang
 insya Alloh subhanahu wa ta’aala akan dapat dengan tepat mengungkapkan 
kandungan kebenaran ilmu kedokteran dan manusia di dalam Al Quran  bila 
ia mengetahui dengan baik makna dan aturan etimologi bahasa Arab 
tersebut, sekaligus kaidah-kaidah ilmu kedokteran.
Hal
 yang sama juga berlaku terhadap pengajian (interpretasi) ayat-ayat Al 
Quran  yang berkenaan dengan berbagai macam ilmu-pengetahuan atau sains 
lain, seperti astronomi, fisika, biologi, kimia, ekonomi, hukum, dan 
sebagainya.
Maka, dasar-dasar pengetahuan itu tentu 
sebaiknya juga harus dimiliki bila hendak mengetahui dan menerangkan 
kaidah ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al Furqan.
Hal-hal ini semua tak mungkin kiranya dimiliki banyak penerjemah Al Quran secara perseorangan,
 yang setiap orang dituntut harus menguasai sedemikian banyak ilmu 
pengetahuan yang terkandung dalam Al Quran agar dapat benar-benar 
menerjemahkannya sesuai maksud aslinya, selain pengetahuan bahasa Arab 
sendiri yang sudah cukup rumit tata bahasanya.
Akhirnya, 
antara lain dengan menyadari hal-hal ini berdasarkan hidayah (pencerahan
 atau wahyu dari) Alloh subhanahu wa ta’aala, DR. Maurice Bucaille 
pengarang buku tersebut, kemudian menjadi muslim atau mualaf dengan suka
 rela, dan lalu aktif menjadi da’i (pendakwah) internasional. Bahkan 
pada beberapa tahun silam, seri rekaman acara dakwah yang menghadirkan 
dirinya hampir tiap malam ditayangkan di Indonesia melalui stasiun TV 
Indonesia, TPI, di larut-larut malam.
Maka di sini 
pulalah perlunya untuk berjama’ah, berorganisasi, dan dengan sendirinya 
melakukan manajemen yang baik dalam melakukan kebaikan (dan dalam hal 
ini adalah dalam melakukan penerjemahan dan penafsiran ini agar dapat 
benar-benar mengetahui dan mendapatkan nikmat Alloh subhanahu wa ta’aala
 di tahap-tahap berikutnya).
Berjama’ah dalam 
kebaikan itu, tentu saja adalah baik. Sahabat, ipar, dan menantu 
Rasululullah sholollohu‘alaihi wasallam, sang Kholifah Keempat, 
Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu, berkata dalam 
Atsar  (jejak
 kebijaksanaan) beliau, ”Kejahatan yang diorganisasikan dengan baik, 
akan dapat mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisasikan dengan baik”.
Pantas
 pulalah kiranya bila para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu 
Kedokteran harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu 
Kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu 
kedokteran sesuai keahliannya, para penerjemah-penafsir yang mengerti 
ilmu Fisika harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu 
kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu Fisika 
sesuai keahliannya; demikianlah seterusnya berkenaan dengan berbagai 
ilmu-pengetahuan sains dan teknologi lain yang ada di dalam kandungan Al
 Quran, sehingga dapatlah didapatkan suatu gambaran yang menyeluruh, 
tentang apapun yang dimaksudkan oleh Kitab Suci ini.
Dan
 bahkan di masa lalu, tak jarang para ahli ilmu-pengetahuan justru 
mendapatkan inspirasi untuk suatu titik kemajuan ilmu-pengetahuan baru, 
bahkan titik berhenti etisnya, setelah menelaah Al Quran  dan berbagai 
hal berkaitan.
Penafsiran itu sendiri, seiring dengan
 perkembangan jaman dan kemajuan ilmu-pengetahuan manusia, tentu saja 
juga harus diperbarui setiap kali atau secara berkala, dicocokkan, 
dikorelasikan dengan segala perkembangan ilmu-pengetahuan; setidaknya 
karena ayat-ayat Alloh tidaklah hanya yang 
Qauliyah (tertulis, tersurat) namun juga yang
Kauniyah (tidak tertulis, tersirat, terhampar luas di alam semesta dalam berbagai ilmu pengetahuan).
Keduanya,
 tentu saja, seharusnya, sewajarnya, adalah saling menguatkan, karena 
berasal dari Tuhan yang sama, Tuhan Semesta Alam, dalam sistem Manajemen
 Fitrahi Beliau. Jika tidak, maka keduanya, tentu saja, seharusnya, 
sewajarnya, salah satu darinya adalah palsu.
Kemudian
 Bahasa Arab yang mempunyai kekayaan makna yang banyak untuk satu kata, 
sehubungan dengan ini semua, selain dapat menjadi sebab kesalahan 
pengartian, 
justru juga dapat menjadi kunci kekayaan pesan ilmu 
pengetahuan dan berbagai kemungkinan penafsirannya, yang satu sama lain 
dapat mempunyai keistimewaan sendiri, fleksibel bahkan seiring dengan 
perkembangan kemampuan berpikir atau ilmu-pengetahuan manusia dan jin, 
serta saling mendukung; dalam sistem besar Alloh subhanahu wa ta’aala 
dalam Manajemen Fitrahinya ini.
Sementara sebagaimana
 telah pula diperintahkan dalam Al Quran  tentang pernyataan Alloh 
subhanahu wa ta’aala bahwa manusia tak mungkin dapat menembus dan 
menggunakan rahasia langit dan bumi kecuali dengan ilmu pengetahuan (
sulthan, dalam Al Quran Surat Ar Rahmaan ayat 33 atau Al Quran Surat 55:33),
 penyelarasan hubungan antara agama dan ilmu-pengetahuan kemudian 
membentuk suatu hubungan yang istimewa dan saling menguatkan serta 
bersintesa sehingga penafsiran kata-kata Al Quran  pun menjadi 
sedemikian lebih kaya arti. Wallahu ’alam bis shawaab.
Contohnya,
 ”langit yang tujuh (7)” bahkan ”bumi yang tujuh (7)” dalam berbagai 
ayat Al Quran  yang diulang berkali-kali (setidaknya tentang tujuh 
langit ini, diulangi sebanyak tujuh kali pula di tujuh ayat Al Quran ), 
juga dapatlah dibaca-dipahami sebagai ”langit yang banyak” dan ”bumi 
yang banyak” dengan juga mengingat bahwa kata ”tujuh” dalam khazanah 
Bahasa Arab, adalah juga berarti ”banyak” (kaum Arab tradisional di masa
 Al Quran  diturunkan menganggap jumlah tujuh dan di atas tujuh, sebagai
 jumlah yang banyak, tak terhitung lagi). Apakah tidak mungkin jika saat
 ini dengan segala pengetahuan astronomi terkini, kalimat-kalimat itu 
juga dipahami sebagai sebagai ”galaksi-nebula yang banyak” dan ”planet 
yang banyak”?
Menurut saya, ini pulalah kiranya salah satu
 hikmah maksud penyampaian Islam dan Al Quran  dalam bahasa Arab, selain
 memang disampaikan melalui umat Bani Arab (yang tentu saja pada 
dasarnya berbahasa Arab) yang juga merupakan keturunan 
Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam selain
 Bani Israil yang melalui mereka telah diutuskan banyak Nabi dan Rosul, 
dengan alasan-alasan yang hanya Alloh subhanahu wa ta’aala yang lebih 
mengetahuinya.
Dan sungguh berbahagialah kiranya Nabi 
Ibrahim ‘alaihis salaam dan istri-istrinya yang telah menurunkan dua 
rumpun ras besar, bani Israil dan bani Arabia melalui dua anaknya, 
Nabi Ismail ‘alaihis salaam dan 
Nabi Ishak ‘alaihis salaam;
 dengan sekian banyak Nabi yang diturunkan dalam garis keturunan mereka.
 Semoga keterhubungan ini dapatlah dijadikan dasar perdamaian dunia, 
terutama bila kita semua bersedia lebih dalam mempelajarinya, termasuk 
tentunya juga mempelajari sejarah yang benar.
Manusia 
dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh 
sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat 
sederhana (misalnyaperbandingan sederhana antara Matahari dan Bulan di 
Al Quran Surat Nuh 15-16 itu), dengan kalimat-kalimat sederhana ini.
Namun
 kalimat-kalimat sederhana inipun dapat berarti dalam, serta dapat 
diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan di luar komunitas 
Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad 
kemudian, termasuk mereka yang sangat senang mengunakan logika dan 
ilmu-pengetahuan sains modern atau posmodern untuk memahami segala 
sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah 
salah satu hikmah dari Al Quran .
Inilah yang sangat 
menarik dan perlu dicatat di sini, yaitu tentang adanya suatu keagungan 
perbandingan, dan tidak adanya dalam Al Quran perbedaan makna 
perbandingan berkaitan dengan adanya perubahan jaman yang mungkin 
menunjukkan keagungannya pada waktu Al Quran turun, namun yang pada saat
 ini menjadi hanyalah dapat dipandang sebagai sisa mitos atau khayalan 
tidak ilmiah belaka, sebagaimana dapat dan telah terjadi pada 
kitab(-kitab) yang telah salah-kaprah dianggap ‘kitab suci’ lain.
Pendeknya,
 makna dari teks-teks Al Quran  ini, ternyata konsisten dalam berbagai 
jaman, merupakan pesan sepanjang jaman, bahkan bila ditelaah dari 
berbagai sisi dan disiplin ilmu serta peradaban, setidaknya saja.
Dan
 masih banyak ayat lain yang memuat isyarat ilmu pengetahuan di berbagai
 bidang. Maka, wajarlah pula kiranya jika seorang manusia berpengetahuan
 yang jujur dan sehat akalnya, berkesimpulan bahwa amat tak mungkinlah 
kiranya bahwa seorang pedagang (
businessman) Arab bernama 
Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohu‘alaihi wasallam 
yang ternyata tak dapat membaca dan menulis (
ummiy atau buta huruf) serta hidup di tengah gurun pasir Arab terpencil di abad VI Masehi, 
dapat
 dengan tepat mengungkapkan bahkan menyebutkan dengan jelas berbagai 
kaidah ilmu pengetahuan yang tersirat maupun tersurat di berbagai surat 
Al Quran.
Kebenaran hal-hal itu sendiri bahkan 
baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah ia wafat, oleh berbagai 
cabang ilmu pengetahuan modern.
Jelas, Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam 
tak mungkin mengarang
 itu semua sendirian atau bahkan bila telah menuliskan itu semua dengan 
dibantu makhluk lain (misalnya para sahabatnya yang mengelilinginya 
bahkan juga bila ternyata dibantu oleh banyak orang lain dan makhluk 
lain pada masa itu).
Apalagi setidaknya kemudian di 
dalam kitab itu juga ditemukan adanya dukungan, pembenaran, dan 
perbaikan terhadap perkembangan ajaran-ajaran para Nabi dan Rosul 
terdahulu. 
Itupun, masih ditambah pula dengan adanya kenyataan 
bahwa “Al Furqan” (nama lain Al Quran  yang berarti “pembeda”) ini juga 
disusun berdasarkan kaidah sastra Arab yang tinggi dan indah; satu hal 
yang lebih mengherankan lagi, mengingat Muhammad sholollohu‘alaihi 
wasallam sendiri sekali lagi, dikenal sebagai orang buta huruf (ummy). 
Pantaslah
 pulalah kiranya kita berkesimpulan bahwa Muhammad sholollohu‘alaihi 
wasallam adalah benar-benar seorang utusan dari Tuhan Yang Benar, yaitu 
Alloh subhanahu wa ta’aala, Tuhan para Nabi yang membawa risalah agama 
yang sama, dan bahwa Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam benar-benar 
membawa pesan yang benar-benar berasal dari Alloh subhanahu wa ta’aala, 
Beliau, Tuhan Yang maha Tinggi, berupa rangkaian pesan yang dikumpulkan 
dalam Kitab Suci Al Quran.
Ini adalah baru beberapa hal saja yang baru dapat diungkap dari keajaiban Al Quran.
Maka,
 karenanya, tentulah sangat penting mentaati Alloh subhanahu wa ta’aala 
dan Rasulnya, melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, 
termasuk karena yang diturunkan Alloh subhanahu wa ta’aala kepada 
manusia dan jin, seluruh makhluk, seluruh alam semesta, adalah rangkaian
 dari pesan yang satu sejak para nabi dan rasul sebelum Rosul Terakhir 
Rosululloh Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
Wallohua'lam. Wastaghfirulloh. Walhamdulillah.