Teman,
ini posting aku yang kedua. Kali ini aku mau share informasi, sedikit berbagi ilmu tentang bukti bahwa
sesungguhnya Allah SWT itu memang benar adanya Maha Pengampun dan Maha Penerima
Taubat. Insya Allah informasi ini benar, teman-teman bisa lihat di sumber yang
aku tulis di paling bawah postingan ini supaya teman-teman bisa lebih yakin.
Sebenarnya
informasi ini aku udah pernah dengar sebelumnya entah aku lupa dimana. Kalau ga
salah pas lagi di SMA waktu pelajaran agama di kelas. Waktu itu aku cuma dengarin,
ga tau itu sumbernya diambil dari mana. Pas belum lama ini aku baca-baca
kumpulan hadis, aku baru tau ternyata informasi ini berasal dari salah satu Hadis
Shahih dari kitab Bukhari dan Muslim. Mungkin teman-teman udah pada tau
penjelasan ini. Atau juga sama kaya aku, tau tapi baru tau sumbernya. Atau
mungkin baru tau beneran. Tapi ga masalah kok, soalnya di sini kita kan
sama-sama belajar :)
Begini bunyi hadisnya:
Dari
Abu Sa'id (Sa'ad bin Malik bin Sinan) al-Khudry berkata: Rasulullah saw
bersabda, "Pernah terjadi pada umat terdahulu seseorang yang telah
membunuh 99 jiwa kemudian ingin bertaubat maka ia pun mencari seorang alim lalu
ditunjukkan kepadanya seorang pendeta maka ia pun bertanya, "Sesungguhnya
saya telah membunuh 99 jiwa apakah ada jalan bagiku untuk bertaubat?"
Jawab pendeta, "Tidak ada" Seketika pendeta itupun dibunuhnya
sehingga genaplah 100 orang yang telah dibunuhnya.
Kemudian
ia mencari orang alim lainnya dan ketika telah ditunjukkan ia pun menerangkan
bahwa ia telah membunuh 100 orang apakah ada jalan untuk bertaubat? Jawab si
alim, "Ya, ada dan siapakah yang dapat menghalangimu untuk bertaubat?
Pergilah ke dusun itu karena di sana banyak orang-orang yang taat kepada Allah.
Maka berbuatlah sebagaimana perbuatan mereka dan jangan kembali ke negerimu ini
karena negerimu ini adalah tempat penjahat."
Maka
pergilah orang itu tetapi di tengah perjalanan mendadak ia mati. Maka
bertengkarlah Malaikat rahmat dengan Malaikat siksa. Malaikat rahmat berkata,
"Ia telah berjalan untuk bertaubat kepada Allah dengan sepenuh
hatinya." Malaikat siksa berkata, "Ia belum pernah berbuat kebaikan
sama sekali." Maka datanglah seorang Malaikat berupa manusia yang menjadi
juru penengah (hakim) di antara mereka. Ia berkata, "Ukur saja jarak
antara dusun yang ditinggalkan dan yang dituju maka kemana ia lebih dekat,
masukkanlah ia kepada golongan orang sana. Maka diukurlah kedua jarak itu dan
ternyata lebih dekat kepada dusun orang-orang baik yang dituju, kira-kira
terpaut sejengkal. Maka dipeganglah ruhnya oleh Malaikat rahmat."
(HR Bukhari dan Muslim)
Nah
apa yang bisa kita pelajari hari ini dari hadis ini? Sebelum kita melangkah
lebih jauh, aku minta coba teman bayangin sebuah bentuk dosa yang paling besar
yang pernah teman lakuin. Coba bayangin dosa teman yang menurut teman itu
paling besar dan bahkan karena terlalu besarnya teman-teman beranggap dosa yang
teman lakuin itu ga bisa dimaafin Allah. Entah itu dosa ke diri sendiri, teman,
sahabat, tetangga, saudara seiman, keluarga, orang tua, atau bahkan kepada
Allah sendiri. Coba teman bayangin.
Sudah?
Sekarang coba teman bayangin dosa karena membunuh seorang manusia. Aku belum
tau ayat mana yang menjelaskan bahwa membunuh itu dosa besar, kalau teman tau
bisa di tulis di komentar yah biar kita sama-sama belajar. Tapi satu yang aku
pahamin dan aku yakin kita sepakat kalau membunuh seorang manusia itu salah
satu bentuk dosa besar. Membunuh satu manusia aja dosa besar, apalagi membunuh
100 manusia. 100x lipat dari besarnya dosa membunuh seorang manusia. Ditambah juga
ia sama sekali belum pernah melakukan kebajikan. Kebayang ga sih kalau di
neraka bisa dapet siksa sebesar kaya apa itu? Tapi apa yang terjadi? Pembunuh
tersebut masuk surga, pertimbangannya adalah “jarak” lebih dekat sejengkal ke
dusun tempat golongan orang baik yang ia tuju dibandingkan ke dusun tempat
golongan orang jahat yang ia tinggalkan.
Kalau
kita bicara secara biasa aja gitu ga mendalam pasti kita ga bisa terima dong
sebagai manusia. Masa iya bunuh 100 manusia ditambah ga ngelakuin kebaikan bisa
masuk surga? Tapi itulah kebesaran Allah
sesuai Surat At-Tahriim ayat 8, yang
berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).
Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke
dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah
tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min yang bersama dia; sedang cahaya
mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan: "Ya Rabb kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu."”
(QS At-Tahriim: 8)
Allah
memiliki kekuasaan atas segala sesuatu, apa yang dikehendaki-Nya itulah yang
terjadi. Kita sebagai manusia biasa tidak luput salah dan dosa. Walau semua
telah dikehendaki sang pencipta, namun kita sebagai manusia harus senantiasa berikhtiar
tuk bertaubat nasuha atas dosa-dosa yang kita lakukan. Taubat nasuha ya, bukan
taubat sambel tomat yang sebentar-bentar kumat. Taubat yang semurni-murninya.
Berjanji dengan lisan dan hati tuk tidak akan mengulanginya lagi, dibuktikan
dengan perbuatan, dan diikuti dengan perbuatan kebajikan lainnya, itulah makna
taubat yang sebenarnya :)
Oke
sekarang kita udah paham bahwa pembunuh itu bisa masuk surga karena Allah yang
Maha Kuasa atas segala sesuatu (tentu dengan disertai ikhtiar pembunuh tersebut
dalam mencari jalan untuk bertaubat kepada Allah SWT atas dosa-dosanya).
Sekarang kita bahas masalah “jarak”. Mengapa “jarak” yang dijadikan ukuran
malaikat memasukan pembunuh tersebut ke dalam surga (tentu saja atas izin
Allah)? Kalau pemahaman aku “jarak” disini memiliki makna yang sangat dalam. “Jarak”
disini menggambarkan kondisi niat si pembunuh tersebut untuk bertobat dan
meninggalkan kemaksiatan yang lebih cenderung benar-benar bertaubat ke arah
kebaikan daripada kembali pada kejahatan. Aku pernah dengar orang yang masuk
surga itu adalah orang yang “lebih berat” timbangan pahala kebaikannya daripada
keburukannya. Walaupun beda sekilo, se-ons tapi kalau lebih berat ke arah
kebaikan insya allah masuk surga (teman-teman yang lebih paham silahkan
dilengkapi keterangan aku ya kalau memang aku benar dan tolong koreksi ya kalau
aku salah). Si pembunuh tersebut benar-benar bersungguh-sungguh bertobat
sehingga Allah angkat ia ke dalam surga-Nya.
Lalu
timbul pertanyaan “loh gimana dong sama orang kafir yang kerjanya kebaikan
melulu dan jarang buat dosa? Kan berat tuh timbangan kebaikannya dibanding
kejahatannya? Masuk surga dong?” Nih penjelasannya ada di Surat Ibrahim ayat 18, yang berbunyi:
“Orang-orang yang kafir
kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin
dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh” (QS
Ibrahim: 18)
Dari
penjelasan ayat itu bisa kita pahamin kebaikan apa yang dilakukan orang kafir ga
ada artinya di mata Allah SWT alias sia-sia. Bagai abu yang ditiup angin.
Gimana sih nasib abu kalau ditiup angin? Lenyap gitu aja kan? Nah begitu juga
amalan kebaikan orang kafir semua lenyap dan sia-sia. Mangkanya nabi Ibrahim AS
dan nabi Ya’qub AS berwasiat kepada anak-anaknya, wasiatnya itu bisa kita baca
di Surat Al-Baqarah ayat 132, yang
berbunyi:
“Dan Ibrahim telah
mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim
berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu,
maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" ” (QS Al-Baqarah: 132)
Dan
Allah juga berfirman dalam Surat Ali
Imran ayat 102, yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS
Ali Imran: 102)
Nah
udah cukup jelaskan kalau yang menyebabkan orang kafir ga bisa masuk surga itu karena
amal ibadah kebaikannya ga diterima tapi dosanya diakui. Mangkanya
diperintahkan jangan sampai mati kecuali dalam memeluk agama islam. Kalau menurut
keterangan penjelasan di atas aku bikin statement
nih “Kafir
yang dosa-dosanya besar dan banyak namun bertaubat nasuha di jalan Allah jauh lebih
mulia, dibandingkan dengan kafir yang pahala kebaikan besar namun tetap dalam
kekafirannya” yah itu sih pendapat aku ya dari keterangan-keterangan di
atas. Teman-teman mau setuju atau enggak yah gak apa-apa kok, namanya juga pendapat
:)
Oh
iya aku juga pernah dengar ceramah, katanya ada satu dosa yang paling besar di antara
semua dosa. Apa itu? Dosa karena menyekutukan Allah dengan yang lain alias
syirik. Dosa syirik bisa dari hal yang kecil kaya percaya sama ramalan bintang
atau zodiak, sampai ke hal yang berat kaya percaya sama dukun. Apa buktinya
syirik itu dosa besar?
Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ta’ala ‘anhu berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah
, “Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang
telah menciptakanmu.” (HR Bukhori dan Muslim)
Yang
jadi pertanyaannya apakah dosa terbesar ini “syirik” bisa diampuni Allah SWT?
Ingat sekali lagi dan cek An-Nisaa ayat
16, yang berbunyi:
“Dan terhadap dua orang
yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada
keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka
biarkanlah mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang (QS
An-Nisaa: 16)
Allah
Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat, jika kita benar bertaubatan nasuha dan
berjanji tidak akan mengulanginya kembali dan benar-benar dibuktikan serta
disertai dengan perbuatan baik. Insya Allah segala dosa kita akan diampuni
bahkan dosa terberat sekali pun :)
Dan
sedikit pesan dari aku untuk diri sendiri dan kamu, jangan sampai kita
bertaubat saat nyawa sudah sampai tenggorokan ya kawan dan dosa-dosa yang tadi
teman bayangin diawal, percaya deh selama kita bertaubat nasuha di jalan-Nya
pasti bakalan diampuni. Karena Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.
Salam ilmu :)
Created
by:
Habibullah (Hamba Allah Pencari Ilmu diatas Kebenaran-Nya)