KAGUMI KONSEP SHOLAT 5 WAKTU
Berawal dari keinginan untuk membekali anak-anaknya dengan pendidikan agama yang baik, membuat Hj Aga Aju Nitya D. SE MM tertarik pada Islam. Dia meninggalkan agama lamanya dan menjadi islam sebagai pedoman hidup. Berikut curhatnya pada wartawan NURANi, Rohmah Hidayati.
SEBENARNYA saya tidak pernah terbayang
sedikitpun untuk memeluk agama Islam. Karena keluarga saya pemeluk agama
Hindu yang taat. Dari kecil saya juga dididik untuk taat kepada agama
nenek moyang saya itu. Hingga akhirnya ketika hidup saya berubah, saya
bercerai dengan suami pertama. Saat itulah, saya berpikir untuk melirik
Islam. Meskipun keluarga saya Hindu, namun lingkungan tempat tinggal
saya banyak yang Muslim. Saya merupakan orang yang berpikiran praktis
dan simpel. Saya ingin anak saya tumbuh menjadi anak yang bermoral, maka
saya meranggapan anak-anak tersebut harus memiliki dasar agama yang
baik.
TERTARIK ISLAM
Sebagai single parent saya tidak
mempunyai waktu untuk mendidik mereka secara langsung. Butuh orang lain
yang harus mengajar anak saya itu. Tetapi di agama Hindu, saya belum
menemukan seorang pemuka agama yang dapat diundang untuk mengajar secara
privat. Berbeda dengan agama Islam, yang sangat mudah mengaksesnya.
Dengan dasar pemikiran yang simpel bahwa
semua agama tentunya mengajarkan kebaikan, maka saya memilih Islam
dengan alasan agama ini mudah sekali mengaksesnya. Mulai dari melihat
pengajian di TV, mendengarkan radio, dari buku bahkan bisa membeli kaset
maupun VCD. Tidak hanya itu banyak juga pengajian-pengajian yang
mengupas tentang materi keagamaan. Karena hal itu belum saya temukan
dalam agama yang saya anut sebelumnya.
Akhirnya saya dan kedua anak saya, Gede
Rajendra Darma (15) dan Made Santrupti Brahmi (11) masuk Islam. Kontan
saja keputusan saya ini sangat ditentang oleh keluarga besar saya. Mulai
orang tua, kakak dan adik beserta saudara lainnya memusuhi tindakan
saya tersebut. Karena dalam sejarah keturunana keluarga kami, tidak ada
yang menjadi mualaf, kecuali bude saya, dan sekarang saya sendiri.
Meskipun mulanya hanya tertarik karena
Islam mudah di akses, namun semakin mendalami agama ini, saya semakin
jatuh cinta. Karena saya lebih dapat menerima ajaran-ajaran yang ada
dalam Islam, seperti konsep ketuhanannya, yang menyembah satu Tuhan
Allah. Sehingga akan saya benar-benar bisa menerima bahwa Tuhan inilah
yang sesunguhnya saya harapkan, dengan tanpa niatan untuk merendahkan
agama lain beserta konsep ketuhanannya. Saya orang yang menghormati
kepercayaan orang lain. Meskipun saya menganggap Islam benar, namun saya
tidak ingin menyalahkan ajaran lain.
KONSEP SHALAT FARDHU
Selain dari beberapa media massa serta
buku, saya juga belajar Islam pada seorang ustadah. Darinya saya lebih
mengenal Islam sehingga bertambah kecintaan saya pada agama samawi ini.
Saya merasakan betapa beruntungnya orang yang memeluk Islam. Dia bisa
bertemu dengan Tuhannya lima kali dalam sehari semalam.
Bayangkan saja, ketika dalam waktu antara
Subuh dan Lohor (Dluhur) melakukan dosa, maka pada waktu Lohor bisa
menebusnya. Begitu juga bila melakukan kesalahan selepas salat Lohor,
pada saat Asar bisa menebusnya, begitu seterusnya. Ternyata Tuhan orang
Islam sangat baik, karena memberikan waktu yang demikian banyak kepada
hamba-Nya. Belum lagi dengan salat-salat sunah lainnya.
Saya begitu kagum pada Islam. Hingga
akhirnya saya bertemu dengan pria yang menurut saya memiliki latar
belakang agama Islam yang baik. Karena keluarganya sudah bergelar haji
semua, maka saya memutuskan menikah dengan dia. Namun, harapan saya itu
tidak terwujud. Suami yang saya harapkan dapat membimbing saya, ternyata
semakin menipiskan keimanan saya. Bagaimana tidak, dia tidak pernah
menafkahi saya meskipun saya tidak mengharapkan uang darinya. Namun,
sebagai istri saya juga menginginkan dinafkahi oleh suami. Yang lebih
menyakitkan lagi, ketika suami hidup satu rumah dengan mantan istrinya,
saya merasa hal ini tidak dapat ditolerir lagi.
Saya sudah menawari pada suami untuk
berpoligami saja, saya siap dimadu dengan mantan istri pertamaya, namun
hal itu ditolaknya. Karena kelakukan suami dan keluarganya yang kurang
bisa menerima saya itu, keluarga saya semakin membenci Islam. Bahkan
yang semula mereka sudah mulai menerima keputusan saya memlih Islam,
semakin membenarkan anggapan mereka bahwa Islam bukanlah agama yang
tepat untuk saya pilih.
BANYAK UJIAN
Saya begitu kecewa dengan suami dan
keluarganya, bahkan saya pun sempat kecewa dengan Tuhan. Saya yang masih
membutuhkan banyak bimbingan untuk lebih mengenal Islam, malah
ditelantarkan. Saya sempat protes pada Allah dengan meninggalkan salat.
Namun alhamdulillah akhirnya saya disadarkan kembali oleh ustadah yang
membimbing saya itu.
Bukan Islam yang salah, tetapi sayalah
yang salah, karena bertemu dengan orang-orang yang kurang tepat.
Akhirnya saya bertekat untuk menggugat cerai suami, karena dia tidak mau
mengakui Arinanda Kesuma (3) buah pernikahan saya dengan dia.
Saya kembali lagi pada ibu saya yang
tinggal di daerah Kenjeran, saya sudah menantang suami saya itu untuk
melakukan tes DNA, untuk membuktikan bahwa Nanda adalah anaknya. Namun
dia tetap keukeu dengan pendirianya itu. Sehingga anak saya hingga saat
ini tidak ada yang mengakui anak. Padahal ayahnya jelas-jelas mantan
suami saya itu.
Saat ini saya masih berjuang agar hidup
saya lebih settle, saya ingin segera menyelesaikan program S-3 saya yang
di Malaysia. Dan juga segera menyelesaikan akademi kebidanan yang saya
ikuti saat ini. Untuk menghidupi ketiga anak saya, saya rela bekerja apa
saja, bahkan saya pernah menjadi pramugari, dosen, wartawan, dan
lainya.
Saat inilah saya hanya berharap, semoga
Allah memberikan kekuatan kepada saya, saya tidak ingin keimanan saya
goyah lagi. Jika saya masih mendapat jodoh lagi, saya ingin memilki
suami yang benar-benar bisa menjadi imam bagi saya dan anak-anak saya.
Sehingga, saya dan anak-anak dapat memeluk Islam dengan aman dan utuh.
04/mah/Tabloidnurani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar