AL-QURAN DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL BARAT
MAURICE BUCAILLE (19 JULI 1920-1998), AHLI BEDAH PRANCIS, PENULIS BIBLE, QURAN, AND MODERN SCIENCE:
TAK RAGU DENGAN KEBENARAN ALQURAN
TAK RAGU DENGAN KEBENARAN ALQURAN
Penelitiannya tentang Mumi Firaun membawanya pada kebenaran Alquran.
Suatu hari
di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang
kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk
meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut
disambut baik oleh Mesir. Setelah mendapat restu dari pemerintah Mesir,
mumi Firaun tersebut kemudian digotong ke Prancis. Bahkan, pihak Prancis
membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Firaun dengan pesta yang
sangat meriah.
Mumi itu pun
dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya
dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di baliknya oleh para
ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis.
Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian
mumi ini adalah Prof Dr Maurice Bucaille.
Bucaille
adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di
Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19
Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945
sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi
dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
Tidak hanya
anggota keluarga Raja Faisal yang menjadi pasiennya. Anggota keluarga
Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, diketahui juga termasuk dalam
daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.
Namanya
mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu
pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La
Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.
Ketertarikan
Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami
kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama.
Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti,
mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh
kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja
Mesir kuno tersebut.
Ternyata,
hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang
melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati
karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian
dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.
Penemuan
tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang profesor.
Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain,
padahal dia dikeluarkan dari laut?
Prof
Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang
diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat
Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan
dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul
aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia
menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam
sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum)
dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait
dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya
membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa
karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya
mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus
menganggapnya mustahil.
Menurutnya,
pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan
perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan
akurat.
Hingga salah
seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang diyakini umat Islam
telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian
diselamatkannya mayatnya.
Ungkapan itu
makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan
bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi
tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah
ada ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk
semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut.
Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab
suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya
diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.
Sementara
itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun
di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang
mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.
Ia berkata
pada dirinya sendiri. ”Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah
Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui
hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”
Prof
Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat
(Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun
kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh
tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak
tertinggal satu pun di antara mereka”.
Kemudian dia
membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil juga tidak membicarakan
tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu,
ia semakin bingung.
Berikrar Islam
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sini
kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti
dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang
dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan
bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.
Maka,
berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka
mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang
artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan
Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini
sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran
tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar,
dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir
seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman
dengan Alquran ini”.
Ia pun
kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia
pergi dulu. Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk
meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern
dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan
Alquran.
Semua hasil
penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran
dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible,
le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi
best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah
diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.
Karyanya ini
menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan
sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam
bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya
diragukan.
Terbukanya
tabir hati ahli farmakologi Thailand Profesor Tajaten Tahasen, Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-baru ini
menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor Keith Moore
dari Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka dari Kanada
yang mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan bahwa luka bakar
yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf
sensorik sudah hilang. Setelah pulang ke Thailand Tajaten menjelaskan
penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang
menyatakan diri masuk Islam.
Bunyi dari surat An-Nisa’ tersebut antara lain sebagai berkut;”Sesungguhnya
orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan
mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka terbakar hangus, Kami
ganti kulit mereka dengan kulit yang lain agar mereka merasakan pedihnya
azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagiMaha Bijaksana.“
Ditinjau
secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global yaitu;
Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis banyak
mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada saat terjadi
Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub cutis) salah
satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan
karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent yang
mengatur sensasi persefsi. Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali
kulit yang rusak pada saat ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya
hambaNya tersebut dapat merasakan pedihnya azab Allah tersebut.
Mahabesar
Allah yang telah menyisipkan firman-firman-Nya dan informasi sebagian
kebesaran-Nya lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh syaraf
dsb. Rabbana makhalqta hada batila, Ya…Allah tidak ada sedikit pun yang
engkau ciptakan itu sia-sia.
DARI BAHTERA MENUJU ISLAM
Seorang
pakar kelautan menyatakan betapa terpesonanya ia kepada Al-Quran yang
telah memberikan jawaban dari pencariannya selama ini. Prof. Jackues
Yves Costeau seorang oceanografer, yang sering muncul di televisi pada
acara Discovey, ketika sedang menyelam menemukan beberapa mata air tawar
di tengah kedalaman lautan. Mata air tersebut berbeda kadar kimia,
warna dan rasanya serta tidak bercampur dengan air laut yang Lainnya.
Bertahun-tahun ia berusaha mengadakan penelitian dan mencari jawaban
misteri tersebut. Sampai suatu hari bertemu dengan seorang profesor
muslim, kemudian ia menjelaskan tentang ayat Al-Quran Surat Ar-Rahman
ayat 19-20 dan surat Al-Furqon ayat 53. Awalnya ayat itu ditafsirkan
muara sungai tetapi pada muara sungai ternyata tidak ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau sampai ia masuk Islam. Kutipan ayat tersebut antara lain sebagai berikut: “Dan
Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan, yang ini tawar
lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antar-keduanya
dinding dan batas yang menghalang.” (QS Al-Furqon: 53).
Berdasarkan
contoh kasus di atas, dapat memberikan gambaran pada kita bahwa ayat
suci Al-Quran mampu menjelaskan fenomena Cromosome, Anatomi,
Oceanografi, Keperawatan dan antariksa (baca “Jurnal Keperawatan Unpad”
edisi 4, hal 64-70). Sebenarnya masih banyak ayat- ayat Al-Quran yang
menerangkan fenomena evolution and genetic seperti QS. As-Sajdah: 4, QS.
al-A’raf: 53, QS. Yusuf: 3, QS. Hud: 7, tetapi karena keterbatasan
ruangan pada kolom ini, serta dengan segala keterbatasan ilmu dan
pengetahuan yang dimiliki penulis, maka kepada Allah jualah hendaknya
kita berharap dan hanya Allah-lah yang Mahaluas dan Mahatinggi ilmunya.
Al-Quran
adalah sebuah kitab agama, kitab kemajuan, kenegaraan, persaudaraan,
kemahkamahan, dan undang-undang tentara dalam agama Islam. Al-Quran
mengandung isi yang lengkap, mulai dari urusan ibadah, ketauhidan,
sampai kepada hal yang mengenai jasmani, mulai dari pembicaraan hak-hak
dan kewajiban segolongan umat sampai kepada akhlak dan perangai, sampai
kepada hukum siksa dunia ini. Di dalam al-Quran dijelaskan segala
pembalasan amal. Al-Quran-lah yang menjadi sumber peraturan negara (bagi
umat Islam), sumber undang-undang dasar, memutuskan sesuatu perkara
yang berhubungan dengan kehartaan, maupun dengan kejiwaan.”
Agama Islam
cukup untuk mengobati penyakit kemanusiaan dan orang-orang yang
berkemajuan sekarang sudah mulai insaf akan hakekatnya. Berat sangkaku
untuk mengatakan, bahwa dua abad lagi kemudian, orang akan Islam
semuanya.
Bagaimana
jua pun saya membaca al-Quran itu, tidak habis-habisnya saya bertemu
dengan ajaran-ajaran yang menggerakkan saya kepada mendalamkan
pengetahuan agama. Susunan kalimatnya sangat molek dan indah, isi dan
tujuannya bolehlah menjadi pedoman untuk jalan bahagia, kemuliaan yang
tinggi, dan beberapa pelajaran yang menakutkan untuk pekerjaan jahat.
Demikian pada pikiran saya kitab al-Quran ini akan berjalan terus
melalui tiap zaman dan sangat berpengaruh.
Saya melihat
keajaiban dalam al-Quran, satu kitab yang sudah menolong umat Arab
dalam membuka dunia, jauh lebih besar dari apa yang telah diperbuat
Alexander de Groote, juga lebih besar daripada apa yang telah dicapai
oleh Bangsa Rumania. Pengaruh al-Quranlah yang menarik bangsa Arab dalam
sedikit waktu masuk ke Eropa dan menjadi raja dunia. Bangsa Arab pernah
ke Eropa sebagai tuan dan ahli dagang yang terkenal, yang demikian
digerakkan oleh al-Quran yang dibawanya ke sana sebagai suluh dalam
gelap-gulita. Mereka membawa peradaban, kecerdasan, pengetahuan dan
kebijaksanaan, memberi pelajaran tentang ilmu falsafah, ilmu bintang,
kedokteran, ilmu syair, yang kemajuannya pernah berkilau-kilau di Eropa
sebagai juga di tanah Timur. Dengan al-Quran itulah bangsa Arab berdiri
dan tegak menyiarkan ilmu pengetahuian, dan dengan mengenangkan jasa
mereka yang amat mulia itu, kita membuat air mata, tatkala mereka pergi
dari Andalusia, ketika Granada terlepas dari tangan mereka.
Kalau kita
memandang Islam dengan kacamata pengetahuan yang adil (pandangan umum),
meskipun hanya sebagian kecil, maka mengertilah kita bahwa Islam itu
agama yang memberi contoh tentang kemajuan, kemerdekaan, keadilan di
dalam hidup masyarakat dengan politik yang teratur. Islam itu adalah
pokok kemajuan yang amat hebat, yang telah mengibarkan benderanya di
atas mercusuar Barat dan Timur. Sesudah itu dunia Islam lalu jatuh dan
kini telah (mulai) bangun lagi, hendak mengambil panji kemuliaan dan
kedudukannya yang telah hilang itu, dan yang demikian itu sudah menjadi
tabiat lantaran kitab sucinya al-Quran.
Ilmu yang
berhubung dengan ketuhanan di dalam al-Quran itu sangat dalamnya.
Keterangan-keterangan yang ringkas dan jelas penuh berisi dengan hikmah
dan pelajaran, yang dapat menunjukkan jalan ke arah yang betul.
(PurWd/Oz).
Ditulis dalam Membungkam Simurtad Ali Sina, Tak Mampu Menolak Kebenaran Islam
Firman Allah SWT:
“Katakanlah:
“Sesungguhnya Jika Manusia Dan Jin Berkumpul Untuk Membuat Yang Serupa
Al Qur’an Ini, Niscaya Mereka Tidak Akan Dapat Membuat Yang Serupa
Dengan Dia, Sekalipun Sebagian Mereka Menjadi Pembantu Bagi Sebagian
Yang Lain”. (QS. Al-Isra’ (17) : 88)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar