Minggu, 06 Oktober 2013

Syubhat Mutazilah tentang Merubah Takdir Allah dengan Doa dan Usaha



Pada masa terdahulu sebelum terjadi fitnah syubhat (kerancuan), bid’ah (perkara baru yang tidak diajarkan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam),

perpecahan dan perselisihan dalam umat ini, umat Islam tidak dikenal kecuali dengan nama Islam dan kaum muslimin, kemudian setelah terjadinya perpecahan dan munculnya golongan-golongan sesat yang mana setiap golongan menyerukan dan mempropagandakan bid’ah dan kesesatannya dengan menampilkan bid’ah dan kesesatan mereka di atas nama Islam, maka tentunya hal tersebut akan melahirkan kebingungan ditengah-tengah umat.

 Akan tetapi Allah Azza wa Jala Maha Bijaksana dan Maha Menjaga agama-Nya. Dialah Allah Subhanahu wata ‘ala yang berfirman: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.” (Q.S. Al Hijr ayat 9).
Kemudian Rasulullah bersabda mengenai perpecahan umat ini, “Terus menerus ada sekelompok dari umatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu”. Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Tsauban dan semakna dengannya diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dari hadits Mughiroh bin Syu’bah dan Mu’awiyah dan diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah. Dan hadits ini merupakan hadits mutawatir sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho` Ash-Shirath Al-Mustaqim 1/69, Imam As-Suyuthy dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah hal. 216 dan dalam Tadrib Ar-Rawi, Al Kattany dalam Nazhom Al-Mutanatsirah hal.93 dan Az-Zabidy dalam Laqthul `Ala`i hal.68-71. Lihat : Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf.


Para imam Ashabul Hadits berkata bahwasanya kelompok yang tampak berada di atas kebenaran adalah al jamaah. Pernyataan ini disandarkan pada sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam,

“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama’ah”. [HR. Ahmad, Tirmidzi dan yang lain. Al Hafidz menggolongkannya hadits hasan. Syaikh Al-Albani -rahimahumullahu- menshahihkannya dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil -rahimahumullahu- menshahihkannya dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain].

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhaj As-sunnah jilid 3 hal. 345: “Maka apabila sifat golongan yang selamat (Al-Firqoh An-Najiyah) mengikuti para shahabat di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan itu adalah syi’ar (ciri, simbol) Ahlus Sunnah maka Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah Ahlus Sunnah”.

Dan beliau juga menyatakan dalam Majmu’ Al Fatawa jilid 3 hal. 345: “Karena itu beliau (Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam) menyifati Al-Firqoh An-Najiyah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan mereka adalah jumhur yang paling banyak dan As-Sawad Al- A’zhom (kelompok yang paling besar)”.

Berkata Syaikh Hafizh Al-Hakamy: “Telah dikabarkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam -yang selalu benar dan dibenarkan- bahwa Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah siapa yang di atas seperti apa yang beliau dan para shahabatnya berada di atasnya, dan sifat ini hanyalah cocok bagi orang-orang yang membawa dan menjaga sifat itu, tunduk kepadanya lagi berpegang teguh dengannya. mereka yang saya maksud ini adalah para imam hadits dan para tokoh (pengikut) Sunnah”. Lihat Ma’arijul Qobul jilid 1 hal.19. Maka nampaklah dari keterangan di atas asal penamaan Al-Firqoh An-Najiyah dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam.

Diringkas dari: Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Min Ahli Ahwa`i Wal Bid’ah jilid 1 hal. 54-59.
Kemudian daripada itu terwujudlah apa yang diberitakan Rasulullah bahwasanya akan muncul firqah yang menyimpang. Banyaknya firqah-firqah demikian ini karena adanya bid’ah dalam hal itiqad (keyakinan) dan amaliyah (amalan). Mereka memecah umat Islam dengan menebar kerancuan sehingga orang awam akan sunnah menjadi pengikut-pengikutnya.
Salah satu firqah yang pemahamannya sangat berbahaya adalah firqah muta’zilah. Sepeninggal Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tepatnya pada masa Al Imam Al Hasan Al Bashri 100H (murid Rasulullah shalallahu alaihi wassalam generasi ke-3) munculah pemahaman baru yang dipelopori Washil bin Atha.
Washil bin Atha sendiri adalah murid Al Imam Al Hasan Al Bashri yang memiliki pemahaman sesat lagi menyimpang. Ketika Al Imam mengetahui pendapatnya tersebut, Washil bin Atha pun diusir dari majelis beliau. Kemudian Washil bin Atha pun menyendiri dan akhirnya bergabung dengan Amr bin ‘Ubaid. Diantara kesesatannya adalah mereka menganggap orang fasiq berada diantara muslim dan bukan muslim, kemudian mereka menganggap mustahil melihat wajah Allah dengan penglihatan, mengingkari takdir sebagaimana golongan sesat lainnya yaitu Qadariyah, dan banyak kesesatan lainnya yang tentunya meletihkan untuk dibahas disini. Firqah ini oleh para ulama salaf disebut firqah mu’tazilah (Lihat juga aqidatus salaf wa ashabul hadits karya Imam Ismail Ash Shabuni 373H hidup semasa Imam Ahmad, lihat pula kitab Imam Ahmad yang lainnya tentang Muta’zilah, lihat juga kitab-kitab ulama sebelumnya yaitu Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan selainnya).
Aliran ini mengkeramatkan akal sehingga akal adalah sumber kebenaran yang lebih tinggi kedudukannya dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sehingga dari pengkeramatan akal ini timbullah pemahaman yang rancu atas Qur’an dan Hadits. Diantara kesesatan mereka adalah mengingkari adanya takdir Allah pada perbuatan hambanya (Al-Farqu binal Firaq, Abdul Qahir Al-Isfaraini hal 114-115) yaitu berupa perkataan mereka “Allah tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadinya”.
Syaikh Allamah Ahmad bin Yahya An Najmi berkata: “Kalimat mu’tazilah ini, yang nampak maknanya adalah bahwa Allah Tabaroka wata’ala tidak mengetahui segala sesuatu kejadian kecuali setelah terjadinya. Ini adalah ucapan Hisyam bin Hakam gembong kesesatan. Dengan jelas ia mengatakan bahwa Allah Tabaroka wata’ala tidak mengetahui hingga Allah Tabaroka wata’ala memunculkan ilmu untuk dirinya. ucapan ini jelas-jelas ucapan kekafiran. Silahkan lihat kitab Al Fishal karya Ibnu Hazm 5/40 tahqiq Muhammad dan rekan-rekannya [Dari tahqiq Muhammad bin Sa'id Al Qahthani]. Aku (Syaikh Ahmad An Najmi) katakan: ucapan bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadinya, ini adalah perkataan sebagian sekte Mu’tazilah dan ucapan ini adalah ucapan yang bathil. Dan barangsiapa yang meyakini hal itu maka dia telah kafir.
Ilmu adalah sifat Allah Tabaroka wata’ala dan Allah Tabaroka wata’ala mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan yang sedang terjadi, kapan terjadi, dan bagaimana hal itu terjadi. Allah Tabaroka wata’ala menulis semua itu di Al Lauh Mahfuzh sebelum Allah Tabaroka wata’ala menciptakan langit dan bumi. Dengan demikian, barangsiapa yang mengingkari ilmu Allah Tabaroka wata’ala maka dia telah kafir, wajib baginya diminta untuk bertaubat, apabila bertaubat maka itu yang diinginkan dan apabila tidak maka dia dibunuh sebagai orang yang kafir dan murtad. (Silahkan lihat kitab Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah (4/714) tahqiq Doktor Ahmad Sa’ad Hamdan cet. Dar At Thayyibah Riyadh 1402 H. Lihat pula kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (1/27) cetakan pertama Darul Ma’rifah Beirut tahun 1408 telah menceritakan kepada kami (Takhrij As Syaikh Ahmad bin Abdullah Al Hakami).
Akhir kata mari kita ringkas uraian diatas dengan dialog berikut:
————————————————————————————————————–
Ahlus Sunnah wal jamaah: “Apakah takdir Allah bisa dirubah?”
Mu’tazilah: “Bisa”
Ahlus Sunnah wal jamaah: “Bagaimana caranya?”
Mu’tazilah: “Dengan berdoa berusaha dan semacamnya”
Ahlus Sunnah wal jamaah: “Bukankah Allah telah menetapkan takdir kita di Lauh Mahfudz jauh sebelum kita ada?”
Mu’tazilah: “Memang benar Allah telah menetapkan takdir bagi kita di Lauh Mahfudz. Akan tetapi apabila kita berusaha, berdoa, beribadah kepadaNya. Maka takdir kita yang tadinya jelek maka bisa kita ubah dengan usaha kita menjadi lebih baik.”
Ahlus Sunnah wal jamaah: “Pemahamanmu yang keliru. Bahkan Allah telah menetapkan akan dimana kita selanjutnya yaitu surga atau neraka. Apapun perbuatan kita termasuk berdoa, berusaha dan semacamnya telah dicatatNya di Lauh Mahfudz. Sehingga apa yang telah ditetapkanNya tidak bisa dirubah dengan sesuatu apapun karena Allah Maha Berkehendak. Adapun jikalau kamu berpikir demikian berarti Allah tidak tahu apa yang akan kita lakukan.”
Mu’tazilah: “Tapi merubah takdir yang saya maksud ini atas kehendak Allah juga.”
Ahlus Sunnah wal jamaah: “Saya misalkan. Apabila saya menulis cerita kehidupanmu kemudian saya tetapkan bahwa kamu akan masuk naar. Tetapi di keseharianmu kamu berbuat baik, beramal, dan bersodaqoh akhirnya saya merasa iba sehingga memasukanmu ke firdaus. Ini berarti saya tidak tahu apa yang akan kamu perbuat sehingga saya merasa iba dan menghapus cerita kehidupanmu yang berujung jelek menjadi berujung bahagia. Apakah kamu akan menyamakan Allah Azza wa Jala dengan makhlukNya?  Makhluk yang bodoh seperti saya? Maha Suci Allah dari perkara yang demikian.”
—————————————————————————————————————
Akhir kata saya ingatkan kepada antum semua bahwasanya banyak diantara umat yang terkecoh. Hal ini disebabkan karena kurang berilmunya mereka akan sunnah dan manhaj salaf. Yang akhirnya membuat mereka terperosok ke dalam kubangan dakwah dai-dai jahat. Yang bingung semakin bingung, yang bodoh semakin bodoh, yang sesat semakin sesat, yang fanatik semakin fanatik, yang keminter semakin keminter akhirnya perpecahan dimana-mana. Hendaknya setiap muslim pandai-pandai memilah kepada siapa mereka mencari ilmu lihatlah gurumu. Ringkas kata mari mendengar nasehat salaf kita: Seorang tabi’in bernama Muhammad bin Sirin (murid Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam generasi ke-2) mengatakan: “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (Riwayat Muslim dalam Muqaddimah Shahih-nya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar